Metaranews.co, Travel – Perayaan hari raya Imlek merupakan hari besar yang setiap tahun sekali dilaksanakan. Ini dia 5 momen kunci bersejarah.
Perayaan hari raya Imlek melalui banyak perjalanan panjang, mulai dari China hingga masuk ke Indonesia.
Hari raya Imlek sempat mengalami masa fluktuatif, di zaman ketika Indonesia dipimpin beberapa presiden.
Berikut Metaranews.co, coba merangkum, sejarah hari raya Imlek di Indonesia dari masa ke masa hingga menjadi hari libur nasional.
Sejarah Perayaan Hari Raya Imlek
1. Datang Dari Orang China
Pakar Timur Denys Lombard mencatat bahwa Asia Tenggara telah disebutkan dalam banyak teks di Tiongkok sejak abad ke-3 Masehi. Saat itu orang Tionghoa merantau ke berbagai daerah di Asia Tenggara untuk berdagang, salah satunya ke Nusantara
Kedatangan orang Tionghoa pada masa itu berdampak pada perkembangan sistem kemitraan, teknik kelautan, sistem moneter, teknik produksi, dan budidaya berbagai komoditas di Indonesia, seperti gula, beras, tiram, udang, garam, dan lainnya.
Migrasi orang Tionghoa ke Nusantara pada awal Masehi juga membawa budaya perayaan Imlek ke dalam masyarakat.
2. Imlek di Masa Presiden Soekarno
Pada masa Soekarno, warga negara Tionghoa dihadapkan pada identitas kewarganegaraan, antara memilih tanah leluhur dan warga negara Republik Rakyat Tiongkok yang baru berdiri, Republik Tiongkok di Taiwan di bawah partai Kuomintang, atau menjadi warga negara Republik Indonesia yang masih mencari bentuk negara dan identitas nasional.
Terlepas dari kondisi tersebut, Soekarno menetapkan Keputusan Pemerintah tentang hari raya keagamaan No. 2/OEM-1946, salah satunya tentang hari raya orang Tionghoa, segera setelah Indonesia merdeka.
Pasal 4 peraturan tersebut menetapkan 4 hari libur Tionghoa.
Keempatnya adalah Tahun Baru Imlek, hari kematian Konghucu pada tanggal 18 bulan ke-2 Imlek, Ceng Beng, dan hari lahir Khonghucu pada tanggal 27 bulan ke-2 Imlek.
Melalui peraturan ini, Tahun Baru Imlek Kongzili ditetapkan sebagai hari raya keagamaan Tionghoa.
Saat itu, orang Tionghoa juga dapat mengekspresikan diri dengan bebas, seperti berbicara bahasa Mandarin, bahasa setempat, memeluk agama Khonghucu, memiliki surat kabar berbahasa Mandarin, menyanyikan lagu Mandarin, dan memiliki nama Tionghoa.
Sekolah, toko, restoran, dan bengkel dapat memasang tanda yang ditulis dalam bahasa Cina.
3. Dilarang Pada Masa Presiden RI kedua Soeharto
Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No.14 Tahun 1967 tentang Pembatasan Agama, Kepercayaan, dan Adat Adat Tionghoa pada tanggal 6 Desember 1967.
Instruksi tersebut menetapkan bahwa semua upacara keagamaan, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa hanya dapat dirayakan di lingkungan keluarga dan di ruangan tertutup.
Oleh karena itu, perayaan Imlek pada masa pemerintahan Soeharto umumnya tidak dilakukan, atau dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Aturan ini berlaku segera setelah Soeharto melarang Partai Komunis dan ajaran Komunis.
Aturan ini mengakibatkan pelarangan budaya Tionghoa di masyarakat, pelarangan bahasa Mandarin, Hokkian, dan Hakka, tidak diakuinya agama Khonghucu, dan dibekukannya hubungan diplomatik dengan Tiongkok. Kaset musik Tiongkok juga dilarang.
4. Zaman Presiden Gus Dur
KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mengeluarkan Keppres No.6 Tahun 2000 tentang pencabutan Keppres No.14 Tahun 1967 pada tanggal 17 Januari 2000.
Pencabutan peraturan ini kembali memberikan kebebasan kepada masyarakat Tionghoa untuk menganut agama, kepercayaan dan adat istiadatnya.
Pencabutan Inpres tersebut juga memungkinkan warga Tionghoa merayakan upacara keagamaan secara terbuka seperti Tahun Baru Imlek, Cap Go Meh, dan sebagainya.
5. Hari Libur Nasional
Pada tanggal 19 Januari 2001, Menteri Agama Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan No.13 Tahun 2001 tentang Penetapan Tahun Baru Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif.
Hari libur pilihan adalah hari libur yang tidak ditentukan langsung oleh pemerintah pusat, melainkan oleh pemerintah daerah atau instansi masing-masing.
Contoh lain dari hari libur opsional adalah Deepavali bagi umat Hindu.
Hari raya Imlek yang telah disahkan menjadi hari libur nasional itu baru dilaksanakan pada era Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri.
Melalui keputusan Presiden Nomor 19 tahun 2002. Dengan keputusan itu, masyarakat Tionghoa dapat menjalankan hikmatnya Imlek dengan tenang dan aman.