Metaranews.co, News – Polemik wacana sistem proporsional tertutup Pemilu 2024 mendatang masih menjadi tanda tanya besar dan banyak perdebatan.
Adanya wacana sistem pelaksanaan Pemilu 2024 dilakukan secara proporsional tertutup kian menarik dan menuai pro kontra.
Dalam buku Sistem Pemilihan Proporsional Terbuka Setelah Perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dijelaskan bahwa sistem proporsional tertutup adalah penetapan caleg terpilih bukan berdasarkan perolehan suara.
Namun, mengacu pada dasar perolehan suara partai politik. Dengan kata lain, sekalipun rakyat memilih salah satu calon, suara itu tetap menjadi suara partai politik pendukung.
Suara partai politik yang telah mencapai ambang batas kursi akan diberikan kepada caleg yang diusung berdasarkan nomor urut.
Saat pemilu dengan sistem proporsional tertutup berlangsung, masing-masing parpol tetap mengirimkan daftar calon dari calon yang diusungnya. Bedanya, dengan sistem proporsional terbuka, pemilih tidak langsung memilih bakal calon.
Pemilih hanya diminta memilih gambar atau lambang partai politik. Calon dengan nomor urut terkecil di suatu partai politik berhak menduduki kursi pertama di badan perwakilan.
Bagaimana Sejarah Sistem Proporsional Tertutup
Mengintip kebelakang, sistem proporsional tertutup sudah ada sejak zaman Orde Lama. Muhammad Nizar Kherid dalam bukunya yang berjudul Evaluasi Sistem Pemilu di Indonesia 1955-2021 menjelaskan bahwa desainnya pada masa itu menjadikan sistem politik sebagai demokrasi terpimpin.
Itu kemudian memberikan porsi kekuasaan yang lebih besar kepada eksekutif. Tidak berhenti di era Orde Lama, sistem ini berlanjut hingga Orde Baru.
Namun, bedanya saat di era Orde Baru kala itu lebih memperkuat sistem oligarki partai sehingga desain ini dipandang mengikis nilai-nilai demokrasi.
Terlebih, sistem proporsional tertutup pemilu pada era Orde Baru melahirkan hegemoni partai politik besar, seperti Golkar.
Alhasil, hubungan antara partisipasi dan aspirasi masyarakat semakin sempit. Tak terhitung banyaknya pemerintahan Orde Baru yang menggunakan sistem ini selama enam periode pemilu.
Ketika Presiden Soeharto lengser pada tahun 1998, sistem proporsional tertutup masih digunakan pada tahun 1999 melalui UU No 3 Tahun 1999.
Perubahan mulai terjadi ketika sistem proporsional terbuka diterapkan melalui UU No 12 Tahun 2003 dan masih berlaku sampai sekarang.
Awal Isu Mencuat
Isu perubahan sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup sudah dimulai sejak November 2022. Pengurus PDIP Demas Brian Wicaksono dan lima rekannya melayangkan uji materil ke Mahkamah Konstitusi.
Gugatan itu menyangkut sejumlah pasal dalam UU atau UU Pemilu. Antara lain mengenai pemilihan anggota legislatif dengan sistem proporsional terbuka dalam pasal 168 ayat 2.
Demas mengatakan sistem proporsional terbuka lebih banyak kekurangannya. Dia mencontohkan, calon legislator dari satu partai akan saling bersaing untuk mendapatkan suara terbanyak.
Selain itu, besar kemungkinan terjadinya politik uang. Kader yang berpengalaman, kata dia, kerap kalah dengan kader yang memiliki popularitas dan modal besar.
“Kader partai yang berpengalaman sering kalah dengan caleg yang punya popularitas dan modal besar,” ucapnya.