Metaranews.co, Kediri – Pada abad ke-13 tepatnya sekitar tahun 1221-1222 M, peristiwa perang besar terjadi antara Kerajaan Kadiri melawan Tumapel.
Pertempuran tersebut dipimpin oleh Raja Kadiri yakni Kertajaya melawan Akuwu Tumapel Ken Angrok. Adapun peperangan ini lebih dikenal dengan perang Ganter.
Peristiwa ini menurut Sejarawan Kediri, Novi Bahrul Munib, terjadi di area taman di kawasan Ibu Kota Daha.
Ganter sendiri, menurut Novi, dalam bahasa Jawa kuno diartikan sebagai taman.
“Namun menurut beberapa pendapat peneliti, Ganter adalah nama sebuah desa di Malang. Beberapa sumber menyebutnya di Dusun Ganten, Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang,” jelas Novi kepada Metaranews.co, Senin (19/6/2023).
Novi menjelaskan, berdasarkan Kitab Pararaton, perang Ganter dipicu adanya perintah yang meminta para Brahmana untuk menyembah Prabu Dhandhang Gendhis atau Sri Maharaja Kertajaya (1194-1222).
Keputusan ala Firaun ini membuat marah para Brahmana, bahkan menentangnya dengan bersekutu dengan Ken Arok, pemimpin Tumapel.
Tumapel sebagai bawahan Kadiri saat itu juga berada dalam situasi disharmoni. Karena keinginannya untuk menjadi kerajaannya sendiri, akhirnya perang pun pecah.
Dalam Pararaton disebut, dalam peperangan itu banyak pasukan Kerajaan Kadiri yang tewas, termasuk dua panglima tertinggi Kerajaan Kediri Mahesa Wulungan dan Geber Baleman, yang tewas di tangan Ken Arok dan bala tentaranya.
Kadiri pun berhasil ditaklukkan Tumapel, secara otomatis wilayah Kadiri masuk dalam kekuasaan Tumapel.
Seiring perkembangan waktu, Ibu Kota Tumapel akhirnya berganti nama menjadi Singasari. Dari sinilah akhirnya Kadiri menjadi salah satu daerah kekuasaan Kerajaan Singasari.
Kendati telah takluk, Ken Arok tak membunuh seluruh anggota Kerajaan Kadiri yang menyerah.
Beberapa anggota Kerajaan Kadiri dibiarkan hidup oleh Ken Arok, bahkan diberikan jabatan oleh Ken Arok.
Salah satunya adalah anak Kertajaya yakni Jayasabha, yang diangkat sebagai raja bawahan di wilayah Kadiri.
“Itu yang versi Kitab Pararaton yang ditulis sekitar tiga abad setelah peristiwa perang Ganter. Kalau menurut Prasasti Ceker ada indikasi jika Ken Angrok ini sudah menyerang Kerajaan Daha sejak Raja Kameswara, sebelum Kertajaya, tepatnya pada tahun 1107 Saka atau 1185 M,” ujar Novi.
Novi melanjutkan, serangan yang dilakukan oleh Ken Angrok atau Ken Arok tak hanya sekali, namun beberapa kali.
Hal itu disebutkan dalam beberapa prasasti, di antaranya Prasasti Ceker yang dibuat oleh Raja Kameswara, dan dalam Prasasti Kamulan yang dibuat pada zaman Raja Kertajaya.
“Kalau menurut dua prasasti itu (Ceker dan Kamulan) disebut pada tahun 1185 M Ken Angrok ini sudah mulai menyerang Kadiri, itu terulang beberapa kali, dan puncaknya adalah pada 1222 M di mana Kertajaya kalah telak,” ujarnya.