Metaranews.co, Kabupaten Kediri – Kondisi sulit dialami oleh para pelaku industri perkayuan di Kediri, Jawa Timur.
Berbagai permasalahan muncul, seperti kelangkaan bahan baku, lesunya pasar, hingga faktor eksternal seperti perpajakan dan Aparat Penegak Hukum (APH) nakal membuat pendapatan perusahaan turun drastis.
Akibatnya, puluhan industri perkayuan seperti Pabrik Plywood dan Barecore gulung tikar, dan ribuan karyawan terkena PHK.
“Di Jawa Timur ada ratusan pabrik tutup, kalau di Kediri ada 20 pabrik,” kata Ketua Forum Masyarakat Perkayuan (FMP) Jawa Timur, Fuad Abdullah, saat ditemui wartawan, Jumat (10/5/2024).
Fuad mengatakan, sebanyak 20 pabrik dalam kondisi gulung tikar tersebut sudah lebih dari 50 persen dari jumlah total pabrik perkayuan yang ada di Kediri. Total industri perkayuan di Kediri sendiri ada sebanyak 34 pabrik.
Adapun dampak dari penutupan pabrik perkayuan itu, di antaranya mengakibatkan ribuan tenaga kerja terkena PHK.
“Lebih dari 50 persen pabrik yang ada di Kediri, jumlah yang sudah di-PHK ya ribuan,” jelasnya.
Menurut Fuad, sulitnya kondisi di industri perkayuan ini dikarenakan perusahaan BUMN mulai terlibat dalam lini bisnis usaha serupa.
“Keberadaan industri Plywood di Jatim tambah berat, ketika BUMN ikut terlibat dan masuk di industri itu, seperti Perum Perhutani dan PT Perkebunan Nusantara 12,” paparnya.
“Padahal sumber bahan baku utama pabrik-pabrik yang dikelola oleh putra-putra daerah itu skala kecil dan menengah, berasal dari kedua BUMN tersebut,” tambahnya.
Ia berharap, agar pemerintah daerah segera terlibat untuk penuntasan persoalan ini, agar dampak kondisi sulit industri perkayuan tidak meluas.
“Khususnya di Kabupaten Kediri, kita berharap Bupati Kediri bisa mendorong perusahaan daerah maupun nasional untuk bekerjasama dengan industri perkayuan untuk menanam kayu sengon sebagai bahan baku,” harap Fuad.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Kediri, Ibnu Imad mengatakan, pihaknya perlu mengkonfirmasi ulang data puluhan pabrik kayu yang dikabarkan gulung tikar, yang berakibat PKH massal itu.
“Kita perlu waktu untuk ngecek, apakah benar gulung tikar itu karena efisiensi atau memang kondisi perusahaan yang sulit, sehingga sampai terjadi PHK,” tutur Imad.