Metaranews.co, Samarinda – “Jalan umum bukan jalur tambang,” tegas Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kalimantan Timur, menyoroti terus berulangnya persoalan penggunaan jalan umum oleh kendaraan angkutan batubara dan sawit. Dalam keterangannya pada Selasa (24/6/2025), ia menekankan perlunya penegakan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batubara dan Sawit.
Meski aturan ini telah berlaku selama lebih dari satu dekade, kenyataan di lapangan menunjukkan pelanggaran masih marak terjadi. Kendaraan bertonase berat yang melebihi kapasitas (over dimension dan over loading/ODOL) bebas lalu-lalang di jalan umum, mengakibatkan kerusakan parah pada infrastruktur jalan dan jembatan di sejumlah wilayah Kaltim.
“Ini sudah jadi persoalan menahun. Jalan-jalan umum kita rusak karena dilewati kendaraan ODOL. Padahal Perda hauling itu sudah ada. Sekarang saatnya ditegakkan,” ujar Salehuddin.
Menurutnya, penegakan Perda ini sepenuhnya berada di bawah kewenangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Ia mengungkapkan bahwa Gubernur Kaltim telah menyatakan komitmennya untuk kembali mengaktifkan implementasi Perda dan mendorong aparat penegak hukum untuk bertindak tegas.
“Perusahaan, baik tambang maupun sawit, harus punya jalan sendiri. Jangan lagi memakai jalan umum seenaknya. Ini soal melindungi aset negara,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara semua pemangku kepentingan—eksekutif, legislatif, dan sektor usaha—untuk menyelesaikan masalah ini secara adil dan tegas.
“Kita tidak anti-investasi, tapi jangan merugikan publik. Ini bukan cuma tanggung jawab DPRD, semua pihak harus duduk bersama,” katanya.
Salehuddin mengingatkan bahwa kerusakan jalan akibat hauling tidak hanya berdampak pada biaya pemeliharaan infrastruktur, tetapi juga berisiko terhadap keselamatan masyarakat umum yang menggunakan jalan tersebut setiap hari.
DPRD Kalimantan Timur, katanya, akan terus mendorong percepatan penertiban dan pengawasan jalan hauling serta mendesak adanya sanksi nyata bagi perusahaan yang melanggar regulasi. (ADV)