Metaranews.co, Kabupaten Kediri – Mursyid Tarekat Shiddiqiyyah, KH M Muchtar Mujtaba Mukti, meyakini bahwa kemerdekaan Republik Indonesia sesungguhnya jatuh pada 18 Agustus, bukan 17 Agustus 1945.
Keyakinan tersebut disampaikan Kiai Muchtar di hadapan peserta Ruwatan Negara Republik Indonesia ke-80 di Situs Ndalem Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Senin (18/8/2025).
“Sebenarnya (kemerdekaan RI) bukan jatuh pada 17, melainkan tanggal 18 (Agustus),” tegas Kiai Muchtar.
Menurutnya, terdapat perbedaan mendasar antara istilah bangsa dan negara. Meski terlihat serupa, keduanya memiliki makna yang berbeda.
Ia mengingatkan masyarakat baik dari lintas agama maupun daerah, agar cermat dalam memahami dua istilah tersebut.
“Memang dua kata itu (negara dan bangsa) sekilas mirip, tapi sebenarnya itu adalah kata yang berbeda,” jelasnya.
Berdasarkan sejarah yang diyakininya, penjajahan dimulai sejak kedatangan Portugis di Maluku pada 1511, kemudian dilanjutkan VOC Belanda. Setelah itu Jepang menjajah bangsa Indonesia sejak 1942 hingga 17 Agustus 1945.
Menurut Kiai Muchtar, pada 17 Agustus 1945 yang diproklamasikan adalah kemerdekaan Bangsa Indonesia, bukan kemerdekaan Negara Republik Indonesia.
“Pada saat itu Negara Republik Indonesia belumlah terbentuk. Artinya yang mengalami penjajahan adalah bangsa Indonesia, dan bukan Negara Republik Indonesia,” paparnya.
Hal itu, lanjut Kiai Muchtar, terlihat jelas dalam naskah proklamasi yang berbunyi ‘Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia’.
Bagi Kiai Muchtar, kalimat tersebut menegaskan bahwa yang merdeka adalah bangsa, bukan negara.
Begitu pula pada penutup teks proklamasi tertulis ‘Atas nama Bangsa Indonesia, Soekarno-Hatta’, dan bukan ‘Atas nama Negara Republik Indonesia, Presiden Soekarno-Hatta’.
“Sudah sangat jelas sekali kan maksud (maknanya). Jadi jangan salah faham mengenai kemerdekaan Republik Indonesia,” ucap Kiai Muchtar.
Di akhir sambutannya, Kiai Muchtar mengingatkan kembali pesan Bung Karno: Jas Merah—jangan sekali-kali melupakan sejarah.
“Sudah wajib bagi kita mengetahui dan memahami sejarah bangsa kita sendiri. Khususnya sejarah tentang Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan sejarah tentang Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tutupnya.