Metaranews.co, Kabupaten Kediri – Pemerintah Kabupaten Kediri dianggap tak serius membatasi adanya festival sound horeg dalam kegiatan masyarakat.
Seperti diketahui, Kabupaten Kediri telah memiliki SE No 300.1.1/2218/418.40/2025 tentang Penggunaan Sound System pada tiap gelaran Pawai.
Namun agaknya, regulasi itu tak berpengaruh di lapangan.
Seperti parade yang berlangsung di Desa Tunglur, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri, pada Minggu (24/8/2025).
Acara yang berlangsung mulai siang hingga sore hari ini, mendapatkan tanggapan negatif oleh kalangan masyarakat, Sutomo salah satunya.
Menurutnya, pelaksanaan parade “Sound Horeg” itu tak sesuai dengan ketentuan dari surat edaran (SE) yang telah ditetapkan oleh pemerintah, baik Kabupaten maupun provinsi Jawa Timur.
Bagaimana tidak, parade “Sound Horeg” yang semestinya hanya diperbolehkan melintasi jalan Desa, di Desa Tunglur, justru menggunakan jalan provinsi.
“Itu (persoalan) salah satunya,” ucap Sutomo, kepada METARA.
Dengan menggunakan akses jalan provinsi sebagai jalur parade, lanjutnya, dapat menyebabkan terhambatnya arus lalu lintas hingga menyebabkan kemacetan.
“Belum lagi para penonton yang berada di samping bahu jalan untuk menonton karnaval (di Desa Tunglur) itu. Kalau tak sengaja keserempet gimana?” jelasnya.
Di sisi lain, penggunaan kapasitas “Sound Horeg” pada parade ini, dirasa juga melebihi ambang batas yang telah ditentukan dalam penggunaan “Sound System”.
“Itu (sound sistem) kan tidak boleh sampai 8 sub, la tapi kenapa bisa sampai 8 (subwoofer)?. Sudah ada itu (ketentuannya) di dalam SE Kabupaten (Kediri) dan Provinsi (Jatim),” tegasnya.
Mengenai satgas yang telah di bentuk untuk bertanggung jawab dan mengawasi pelaksanaan penerapan surat edaran (SE), dirasa hanyalah sebagai formalitas dari pemerintah saja.
Bahkan dengan pelaksanaan yang melanggar surat edaran (SE) ini, dirasa mampu memantik Desa-desa lain yang belum melakukan parade “Sound Horeg”.
“Itu (pelaksanaan sound horeg yang melanggar SE) bisa menjadi contoh bagi wilayah lain. Bahkan juga bisa menjadi acuan mereka (Desa lain) untuk juga menyelenggarakan sound horeg seperti disini (Desa Tunglur),” bebernya.
Sementara itu, ada juga dari pihak penonton, Ibnu Malik, yang merespon baik penyelenggaraan parade “Sound Horeg” yang diselenggarakan Desa Tunglur.
Dengan diselenggarakannya parade hingga melintasi akses jalan utama provinsi, para penonton tidak di haruskan bayar parkir seharga puluhan ribu rupiah.
“Soalnya gratis (parkirnya). Beda dengan yang lain yang (bayar parkir) sampai Rp
20 ribu rupiah per motornya,” ungkap Ibnu Malik.