Metaranews.co, Kabupaten Kediri – Proses ekskavasi di Situs Tondowongso oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kediri dan stakeholder terkait terus berlanjut hingga hari keenam, Senin (25/8/2025).
Ekskavasi yang dijadwalkan berlangsung selama sepuluh hari ini dimulai sejak Rabu (20/8/2025), dan masih berlangsung sampai sekarang.
Hingga hari keenam, tim telah menggali delapan petak berukuran 2×2 meter menggunakan metode kotak-kotak, untuk menentukan titik fondasi tiang pancang pembangunan cungkup.
Kepala Bidang Sejarah dan Purbakala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Kediri, Eko Priyatno, mengatakan bahwa target delapan fondasi telah tercapai, namun ekskavasi tetap dilanjutkan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya temuan baru.
“Di satu sisi kita juga ingin memastikan bahwa tidak ada sisa (struktur) dan arca yang tertinggal di dalam kompleks Situs Tondowongso,” jelas Eko, Senin (25/8/2025).
Tentang Situs Tondowongso
Situs Tondowongso pertama kali dikenali oleh para arkeolog pada akhir tahun 2006, dan mulai ditemukan pada tahun 2007 oleh masyarakat sekitar.
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Situs Tondowongso berasal dari sekitar tahun 1006 Masehi.
Pada masa itu, diperkirakan merupakan masa transisi pemerintahan Kerajaan Medang periode Jawa Timur, dari Mpu Sendok hingga ke Raja Dharmawangsa Teguh, jauh sebelum kejayaan Kerajaan Kadiri.
Hal tersebut menjadikan Situs Tondowongso sebagai salah satu peninggalan penting dari Mataram Kuno.
Sejumlah penemuan berharga juga memperkuat para arkeolog, untuk terus mengungkap sejarah yang selama ini belum terpecahkan.
Di antara temuan itu ialah Arca Siwa Catur, Surya, dan Candra, Arca Durga Mahesasuramardini, Nandi, Yoni, fragmen arca, Mahakala, hingga Arca Dewa Surya, dan Candra.
Berdasarkan gaya arsitektur bangunan dan arca-arca yang ditemukan, Candi Tondowongso diperkirakan berasal dari abad XI atau XII Masehi.
Banyak Diteliti Arkeolog
Sejak pertama kali ditemukan pada akhir tahun 2006, Situs Tondowongso sudah disurvei dan diteliti oleh para pihak terkait.
Di bulan Februari tahun 2007 mialnya, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3), sekarang Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI, melakukan ekskavasi penyelamatan situs ini.
Namun pada tahun 2008, penelitian diambil alih oleh Balai Arkeologi Yogyakarta, dan terus berlangsung sampai tahun 2018.
Setelahnya, penelitian tersebut sempat mengalami kendala hingga akhirnya vakum selama dua tahun.
“Kebetulan waktu itu (penelitian berhenti) karena terkendala Covid-19, ditambah satu tahun berikutnya efisiensi anggaran dan sebagainya. Nah baru tahun ini kita bisa melakukan kegiatan ekskavasi pengembangan Situs Tondowongso,” jelas Eko.
Berstatus Cagar Budaya
Situs Tondowongso saat ini telah ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya peringkat kabupaten, dengan SK penetapan terbit pada tahun 2018 lalu.
Pembebasan lahan dari situs ini telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kediri pada awal tahun 2007.
Dari beberapa aspek, seperti nilai penting, kelangkaan, keunikan, hingga potensi pengembangan pariwisata budaya keagamaan, Situs Tondowongso sudah memenuhi syarat tersebut.
Hingga akhirnya Situs Tondowongso pun ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya yang ada di Kabupaten Kediri.
Pendirian Cungkup
Target selanjutnya dalam proses ekskavasi – setelah penggalian delapan fonsasi tiang pancang –yakni akan lanjut ke pendirian cungkup.
Cungkup ini, dijelaskan Eko, difungsikan sebagai atap yang melindungi sisa struktur yang berada di Situs Tondowongso dari terik matahari dan air hujan.
“Soalnya memang rawan rusak sekali (sisa struktur) bila terkena panas atau hujan. Kami khawatir malah akan merusak struktur situs,” paparnya.
Setelah pendirian cungkup, Eko melanjutkan, situs ini akan dikupas tuntas serajahnya mulai dari candi induk hingga menjawab pertanyaan dari para sejarawan mengenai Situs Tondowongso.
Setelahnya, kawasan seluas 9,700 meter tersebut akan dijadikan sebagai ruang belajar, wisata, sekaligus menjadi kebanggaan masyarakat Kediri.
“Kami (Pemkab Kediri) ingin memberdayakannya agar bisa memberikan manfaat luas. Karenanya pengembangan destinasi wisata tidak harus menunggu penelitian selesai,” pungkas Eko.