Metaranews.co, Kabupaten Jombang – Forum Rembuk Masyarakat Jombang (FRMJ) menggelar audiensi dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang, Jawa Timur, dan menyoroti sejumlah kebijakan pajak daerah yang dinilai memberatkan masyarakat.
Pertemuan berlangsung di Ruang Rapat Sekretaris Daerah Jombang, dengan turut dihadiri Komisi B DPRD Jombang.
Ketua FRMJ, Joko Fattah Rochim, mengatakan pihaknya mempertanyakan dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta sejumlah ketentuan dalam Perda Nomor 13 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang telah direvisi.
Menurutnya, aturan tersebut justru menambah beban bagi masyarakat.
“Kami mempertanyakan rumus penentuan nilai jual tidak kena objek pajak BPHTB itu dari mana? Untuk jual beli, waris, atau hibah bisa dikenakan BPHTB hingga puluhan juta. Itu sangat memberatkan masyarakat,” ungkapnya, Rabu (15/10/2025).
Fattah mencontohkan, dalam beberapa kasus, masyarakat harus membayar BPHTB hingga Rp40 juta hanya untuk satu kali transaksi. Bahkan, baik penjual maupun pembeli sama-sama dikenai pajak.
Selain itu, Fattah juga menyoroti praktik di lapangan, yang mana Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kerap menawarkan jasa pengurusan BPHTB dengan iming-iming dapat menurunkan nilai pajak.
“Seharusnya pemohon berkoordinasi langsung dengan Bapenda, bukan lewat PPAT. Ini bisa jadi celah permainan karena pemohon tidak tahu prosesnya,” tegasnya.
FRMJ juga mempertanyakan kebijakan pembelian pupuk bersubsidi yang mensyaratkan bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) P2.
Joko menilai aturan tersebut tidak relevan, terutama bagi petani penggarap yang lahannya masih atas nama orang lain.
“Kalau tanahnya sewa dan pemilik belum bayar PBB, bagaimana petani bisa beli pupuk? Pupuk dan pajak itu tidak ada hubungannya,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, FRMJ turut menyoroti soal transparansi pajak dari perusahaan, pabrik, hotel, dan restoran, yang dinilai perlu dijelaskan penggunaannya secara terbuka oleh pemerintah daerah.
Selanjutnya, FRMJ meminta agar Pemkab Jombang segera mengevaluasi kebijakan BPHTB dan PBB, serta memberi waktu hingga tahun 2026 untuk melakukan perbaikan.
“Kalau tidak ada realisasi, kami siap turun aksi demo. Untuk saat ini kami masih meminta audiensi untuk kejelasan,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Daerah Kabupaten Jombang, Agus Purnomo, mengatakan pihaknya mencatat dua poin penting dari hasil audiensi.
“Pertama, agar mencermati kembali Perda dan Perbup terkait BPHTB. Kedua, perlu penataan pelaksanaan agar tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” jelas Agus.
Agus menambahkan, karena audiensi turut dihadiri Komisi B DPRD Jombang, maka aspirasi FRMJ akan dibahas bersama legislatif.
“Artinya, akan ada evaluasi terkait hal ini agar tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari,” pungkasnya.