Metaranews.co, Kota Kediri – Direktur Pembimbingan Kemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Ceno Hersusetiokartiko, meresmikan Griya Abipraya Kahuripan Kediri, Rabu (17/12/2025).
Peresmian tersebut dilakukan di area SAE Lakuli (Sarana Asimilasi dan Edukasi Lapas Kulon Kali) Lapas Kelas IIA Kediri, Kelurahan Pojok, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri.
Dalam kegiatan itu, Ceno didampingi Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Jawa Timur, Kadiyono, serta Kepala Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kediri, Niken Kartika Wismarini.
Peresmian Griya Abipraya Kahuripan menjadi penanda penguatan pembimbingan kemasyarakatan berbasis reintegrasi sosial.
Fasilitas ini dihadirkan sebagai sarana pendukung kebijakan pemasyarakatan yang lebih humanis dan partisipatif.
Ceno menjelaskan, Griya Abipraya Kahuripan dibangun sebagai ruang kolaborasi lintas sektor, untuk mendukung klien pemasyarakatan yang telah menjalani proses integrasi, seperti Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Bersyarat (CB), maupun Cuti Menjelang Bebas (CMB).
“Di tempat ini koordinasi dan kolaborasi menjadi lebih mudah,” ujar Ceno.
“Klien yang sudah melaksanakan integrasi sering kali masih membutuhkan rehabilitasi, bantuan modal usaha, pendampingan psikolog, hingga penguatan keterampilan. Semua itu bisa difasilitasi dan dikolaborasikan di sini,” lanjutnya.
Menurutnya, keberadaan Griya Abipraya Kahuripan sejalan dengan amanat Undang-Undang Pemasyarakatan Pasal 98, yang menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam proses pembinaan klien pemasyarakatan.
Partisipasi masyarakat dinilai krusial agar mantan pelanggar hukum tidak kembali mengulangi perbuatannya.
“Residivisme itu menimbulkan biaya sosial dan negara yang besar. Karena itu, misi kita adalah mengantarkan mereka kembali ke masyarakat dengan bekal keterampilan, kemandirian, kepribadian, hingga kesehatan mental yang baik,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ceno menjelaskan bahwa Griya Abipraya Kahuripan akan melayani dua kelompok klien. Pertama, klien yang menjalani program integrasi seperti PB, CB, dan CMB.
Kedua, tutur Ceno, yakni klien pidana pengawasan serta pidana kerja sosial sebagaimana diatur dalam KUHP baru yang mengedepankan prinsip restorative justice, dengan penjara sebagai upaya terakhir (ultimum remedium).
“Di sini pembinaan lebih fleksibel dibandingkan di kantor Bapas. Masyarakat atau mitra yang ingin membantu bisa langsung datang ke sini, berkolaborasi, dan mendukung klien agar siap kembali ke masyarakat,” jelasnya.
Selain itu, Griya Abipraya Kahuripan juga dilengkapi rumah singgah yang dapat dimanfaatkan klien, termasuk anak yang berhadapan dengan hukum, terutama bagi mereka yang belum memiliki keluarga atau belum diterima kembali oleh lingkungan sosialnya.
Sejumlah program kemandirian telah disiapkan, di antaranya sektor pertanian dan peternakan seperti penanaman terong, budidaya jamur, ternak domba, produksi tempe, hingga perikanan.
Ke depan, pembinaan juga akan diperluas melalui program pendidikan bekerja sama dengan dinas terkait, sekolah, dan yayasan sosial.
“Saya berharap masyarakat turut berkontribusi. Jika ada program atau keahlian yang bisa dibagikan, ini (Griya Abhipraya Kahuripan) tempatnya. Setelah selesai pembimbingan, klien bahkan bisa membantu membina klien lain yang baru,” harap Ceno.
Sementara itu, Kepala Bapas Kelas II Kediri, Niken Kartika Wismarini, mengaku optimistis bahwa dengan diresmikannya Griya Abipraya Kahuripan dan rumah singgah ini, proses pembimbingan klien pemasyarakatan akan semakin efektif, humanis, serta berdampak nyata dalam menekan angka residivisme di masyarakat.






