Metaranews.co, Kabupaten Kediri – Anggota Komisi VIII DPR RI, KH An’im Falachuddin Mahrus, menyoroti bahaya judi online yang dinilai semakin mengkhawatirkan, dan berdampak serius terhadap pelajar serta ketahanan keluarga.
Hal tersebut disampaikannya dalam kegiatan NGOPI (Ngobrol Pendidikan Islam), bertema “Optimalisasi Potensi Kelembagaan dan Kesiswaan dalam Menghadapi Tantangan Zaman” yang digelar di Hotel Bukit Daun, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, Sabtu (20/12/2025).
Forum tersebut dihadiri akademisi UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, pengelola pendidikan Islam, pemerhati pendidikan dari Kota dan Kabupaten Kediri, serta Ketua PCNU Kota Kediri, KH Abu Bakar Abdul Jalil atau Gus Ab.
Dalam kesempatan itu, Gus An’im, sapaan karib KH An’im Falachuddin Mahrus, menegaskan bahwa judi online merupakan salah satu ancaman nyata di era digital, yang harus disikapi secara serius oleh dunia pendidikan dan keluarga.
“Judi online bukan hanya persoalan hukum, tetapi sudah menjadi persoalan sosial dan ekonomi. Banyak keluarga yang terdampak karena kecanduan, termasuk yang melibatkan pelajar,” kata Gus An’im dalam pemaparannya.
Ia menambahkan, kemudahan akses teknologi digital tanpa pengawasan yang memadai membuka peluang bagi peserta didik terpapar konten negatif, termasuk perjudian online dan berbagai bentuk penipuan digital.
Kondisi tersebut menjadi tantangan besar bagi lembaga pendidikan Islam dalam menjaga nilai moral dan karakter peserta didik.
Menurut Gus An’im, upaya pencegahan tidak cukup hanya melalui penguatan kurikulum, tetapi juga perlu didukung keteladanan guru serta sistem pengawasan yang melibatkan orang tua dan lingkungan sekitar.
“Teknologi harus tetap diajarkan karena itu kebutuhan zaman. Namun, pemanfaatannya harus diarahkan dan diawasi agar tidak merusak masa depan anak-anak kita,” ujarnya.
Gus An’im juga mengingatkan bahwa dampak judi online tidak hanya pada aspek finansial. Banyak kasus kecanduan judi online yang berujung pada konflik keluarga, tekanan psikologis, hingga menurunnya motivasi belajar peserta didik.
Dalam kesempatan tersebut, Gus An’im mendorong Kementerian Agama untuk memperkuat peran lembaga pendidikan Islam di bawah naungannya, khususnya dalam pengembangan literasi digital yang sehat dan bertanggung jawab.
Madrasah dan pesantren, menurutnya, perlu dibekali program edukasi yang mampu membedakan pemanfaatan teknologi yang produktif dan yang merugikan.
Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat dalam upaya pencegahan.
Gus An’im menyatakan sependapat dengan kebijakan pembatasan akses media sosial bagi anak usia 13–16 tahun oleh Kementerian Komunikasi dan Digital.
Menurutnya, pembatasan terhadap konten digital yang merugikan generasi muda merupakan langkah yang wajar dan diperlukan demi kepentingan bersama.
“Perlindungan terhadap anak dan remaja adalah tanggung jawab kita semua. Pendidikan harus menjadi garda terdepan dalam mencegah praktik-praktik yang merusak, termasuk judi online,” tegasnya.
Gus An’im berharap tumbuh kesadaran kolektif untuk memperkuat pendidikan Islam yang tidak hanya adaptif terhadap perkembangan teknologi, tetapi juga mampu menjaga nilai moral dan karakter generasi muda di tengah tantangan era digital yang semakin kompleks.






