Menengok Tradisi Ngaji Badongan Sunan Ampel di Ponpes Jamsaren Mutih, Kediri

Metaranews.co
Santri yang mengikuti Ngaji Badongan.

Metaranews.co, Kediri– Matahari yang menyala terang benderang dan hawa panas di Desa Mutih, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri menyelimuti Pondok Pesantren (Ponpes) Jamsaren. Para santri tenang berkonsentrasi mendengarkan Kiai Munif Muhammad. Ternyata, ini bukan sekadar ngaji biasa. Ponpes Jamsaren menyebutnya dengan Ngaji Badongan selama Bulan Ramadan.

Kitab dengan huruf arab gundul, para santri harus fokus secara jernih mendengarkan sang kiai. Mereka harus menuliskan arti kata perkata dari kitab gundul yang dibacakan kiai.

Bacaan Lainnya

Kiai Munif Muhammad menuturkan bahwa selama Ramadan, santrinya hanya difokuskan untuk mengaji kitab. Bahkan, prosesnya berjalan dengan beruntun sehari penuh. Mulai dari pagi sampai malam hari. Pagi dimulai setalah salat subuh, siang selepas dhuhur, sedangakan untuk malam dimulai setelah salat tarawih.

“Kalau bulan puasa di pondok kami tidak ada kegiatan untuk pengajaran sekolah umum, tetapi hanya kami fokuskan untuk mengaji saja, untuk waktunya santri bisa memilih sendiri, kalau ikut malam siangnya bisa tidur dulu,” ungkapnya.

Kiai Munif mengungkapkan bahwa Ngaji Bandongan merupakan tradisi yang sudah diwariskan sejak jaman Walisongo. Bagaimana sisitemnya? Mendapatkan pertanyaan ini, Kiai Munif menerangkan metode Ngaji Badongan ialah mengaji kitab yang semestinya diselesaikan satu tahun, ini hanya diajarkan satu bulan selama Ramadan. Bahkan, ia menuturkan bahwa metode ini merupakan tradisi yang diajarkan oleh Sunan Ampel.

“Kalau yang biasanya mengedepankan Pemahaman santri dan ditempuh satu sampek dua tahun, di bulan puasa hanya di bacakan, sastri yang menyimpulkan, namun sering kali guru tetap menjelaskan, untuk kitab yang ajarkan biasanya yaitu Ta’lim Muta’alim,” jelasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *