Metaranews.co, Kota Bontang – Demokrasi ibarat sebuah kursi yang tidak akan bisa berdiri dengan satu kaki.
Itulah analogi yang digunakan Agusriansyah Ridwan, anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) saat diwawancarai di Kantor DPD PKS Kota Bontang, Rabu (30/7/2025).
Wakil Ketua Bapemperda DPRD Kaltim ini menekankan pentingnya memahami dua komponen fundamental demokrasi, suprastruktur dan infrastruktur politik.
Sebagai wakil rakyat dari daerah pemilihan Kutai Timur, Berau, dan Bontang, Agusriansyah menyampaikan bahwa suprastruktur politik adalah struktur formal pemerintahan yang memiliki kewenangan resmi dalam pengambilan keputusan politik.
“Suprastruktur inilah yang biasa disebut sebagai struktur kekuasaan negara,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa suprastruktur terdiri dari lembaga-lembaga negara seperti DPR dan DPD (legislatif), Presiden beserta para menterinya (eksekutif), serta Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial (yudikatif).
Di luar itu, kata dia, juga ada lembaga seperti BPK dan KPU yang memiliki peran penting dalam mendukung fungsi negara.
“Fungsi utama dari suprastruktur politik adalah menetapkan kebijakan publik, melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan undang-undang, serta menyelesaikan konflik secara hukum,” terangnya.
Agusriansyah menambahkan bahwa lembaga-lembaga ini juga berkewajiban menjamin hak dan kebebasan warga negara.
Namun demikian, Agusriansyah menegaskan bahwa demokrasi tidak bisa hanya bertumpu pada lembaga formal tersebut.
Di sinilah pentingnya kehadiran infrastruktur politik, yaitu kekuatan non-formal dalam masyarakat yang berfungsi sebagai penghubung antara rakyat dan penguasa.
“Infrastruktur politik adalah denyut nadi demokrasi. Ia hidup di tengah rakyat, membentuk opini publik, dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam politik,” jelasnya.
Selanjutnya, Agusriansyah menyebutkan bahwa infrastruktur politik terdiri dari elemen-elemen seperti partai politik, Organisasi Masyarakat (Ormas), LSM, kelompok kepentingan, media massa, serta tokoh masyarakat seperti ulama, intelektual, dan aktivis.
Masyarakat sipil yang aktif juga menjadi bagian penting dari infrastruktur ini.
Menurutnya, peran infrastruktur ini sangat vital, karena berfungsi menyalurkan aspirasi rakyat, mengawasi jalannya kebijakan, serta menciptakan ruang bagi rakyat untuk terlibat dalam pengambilan keputusan politik.
“Tanpa infrastruktur yang hidup dan aktif, demokrasi kita bisa mandul. Rakyat yang mestinya menjadi pemilik kedaulatan justru menjadi penonton,” ungkap Agusriansyah.
Sebagai politikus dari Fraksi PKS DPRD Kaltim, ia menilai bahwa masyarakat Indonesia masih perlu terus diberdayakan agar mampu menjalankan peran sebagai subjek dalam demokrasi, bukan sekadar objek yang menunggu kebijakan datang dari atas.
Oleh karena itu, ia memandang pentingnya pendidikan politik sebagai salah satu jalan keluar.
“Forum-forum seperti ini bukan hanya seremoni, melainkan bagian dari proses mencerdaskan kehidupan berbangsa. Kita ingin rakyat sadar peran dan tanggung jawab politiknya,” ucapnya.
Ia menambahkan, salah satu tantangan terbesar dalam demokrasi adalah ketika rakyat kehilangan kepercayaan terhadap sistem dan menjadi apatis.
Dalam kondisi seperti itu, menurutnya, peran infrastruktur politik menjadi sangat krusial untuk memulihkan jembatan komunikasi antara rakyat dan negara.
“Negara butuh rakyat yang kritis, dan rakyat butuh negara yang responsif. Demokrasi hanya bisa hidup kalau dua pilar ini – suprastruktur dan infrastruktur – berjalan beriringan,” tandasnya.
Agusriansyah juga mengajak semua elemen masyarakat, terutama generasi muda, untuk tidak menjauhi politik.
Ia menekankan bahwa keterlibatan aktif dalam politik bukan sekadar hak, tetapi juga kewajiban warga negara dalam menjaga keberlangsungan sistem demokrasi. (ADV)