Metaranews.co, Kota Samarinda – Di balik gemerlap sumber daya alamnya, Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Kalimantan Timur (Kaltim) justru menyimpan ironi pembangunan.
Infrastruktur dasar yang semestinya menopang aktivitas masyarakat masih jauh dari kata layak.
Hal ini menjadi sorotan tajam anggota DPRD Kaltim dari Dapil 6, Apansyah, yang menilai ketimpangan tersebut sebagai krisis keadilan pembangunan.
“Kemarin kita sudah sidak ke KPC berkaitan dengan infrastruktur jalan kita yang dari Sangatta ke Bengalon. Ini sangat-sangat memprihatinkan,” ujar Apansyah, Jumat (23/5/2025).
Jalur Sangatta-Bengalon disebut sebagai urat nadi ekonomi Kutim yang kini rusak berat, padahal menjadi lintasan utama kendaraan pertambangan milik perusahaan besar seperti PT Kaltim Prima Coal (KPC).
DPRD Kaltim telah memanggil pihak perusahaan untuk dimintai pertanggungjawaban, namun jawaban yang diterima belum konkret karena masih terkendala administrasi.
“Mereka baru mendapat rekomendasi, tapi izinnya secara formal belum keluar,” jelasnya.
Tak hanya jalan, Apansyah mengungkapkan bahwa dari 18 kecamatan di Kutim, banyak wilayah yang belum memiliki akses air bersih dan jaringan listrik yang layak. Hal ini mencerminkan ketertinggalan sistemik yang harus segera dibenahi.
“Kalau kita bicara pembangunan, infrastruktur dasar itu mutlak. Tanpa itu, jangan harap bisa bicara pembangunan berkelanjutan,” tegasnya.
Meski demikian, ada harapan yang mulai tampak. Apansyah menyampaikan bahwa pembangunan jalur provinsi penghubung Kutim-Berau sedang berjalan dan ditargetkan rampung pada 2026, dengan Jembatan Nibung sebagai titik krusial yang ditargetkan selesai tahun ini.
“Tetapi kalau berbicara jalur provinsi, insyaallah antara Kutim dan Berau 2026 kita pastikan itu terhubung,” ujarnya.
Selanjutnya, Apansyah juga menyoroti Kabupaten Berau yang masih tertinggal dalam pembangunan jalan dan jaringan dasar lainnya, serta Kota Bontang yang kerap dilanda banjir akibat buruknya sistem drainase.
DPRD Kaltim, melalui forum RPJMD, mendorong normalisasi drainase sebagai salah satu solusi jangka pendek untuk Bontang.
“Kalau kita berbicara Berau, ya sama juga ya, masih banyak infrastruktur yang tertinggal, begitu juga kan Bontang, hari ini sering terjadinya banjir,” ungkapnya.
Sebagai anggota Komisi III DPRD Kaltim, Apansyah memastikan bahwa pihaknya terus mendorong perusahaan tambang seperti KPC untuk aktif dalam pemeliharaan infrastruktur publik yang mereka manfaatkan.
Ia menyebut jalur lain seperti Sangatta-Rantau Pulung juga mengalami kerusakan serupa.
“Infrastruktur jalan kita yang di Sangatta-Rantau Pulung juga hancur, Sangatta-Bengalon juga hancur hari ini,” sebutnya.
Ketimpangan infrastruktur di Kutai Timur, menurutnya, bukan hanya soal teknis, tapi menyangkut tanggung jawab moral dan politik terhadap daerah yang selama ini menjadi penyumbang besar bagi ekonomi nasional. (ADV)