Belajar dari Kelompok Tani di Kediri, Merawat Alam dan Lestarikan Warisan Leluhur dengan Budidaya Padi Organik

Kediri
Caption: Ketua Kelompok Tani Milenial Ungkal Jaya, M Mashudi (46). Doc: Metaranews.co

Metaranews.co, Kabupaten Kediri – Di tengah gempuran tren pertanian modern yang serba instan, tak semua petani tergiur dengan kemudahan.

Di Kabupaten Kediri, sebuah kelompok tani di Desa Damarwulan, Kecamatan Kepung, justru memilih jalan berbeda.

Bacaan Lainnya

Mereka memilih mempertahankan dan melestarikan varietas padi lokal organik secara turun-temurun.

Para petani tersebut tergabung dalam Kelompok Tani Milenial Ungkal Jaya, yang teguh pada prinsip pertanian alami, jauh dari ketergantungan pada bahan kimia anorganik.

Ketua Kelompok Tani Milenial Ungkal Jaya, M Mashudi (46), memberikan penjelasan mengenai alasan mengapa kelompok tani ini memilih hal yang berbeda dibanding petani lainnya.

“Saya hanya melestarikan budaya zaman dahulu, di mana para petani masih belum menggunakan pupuk anorganik atau kimia. Itu obsesi saya,” jelasnya, Sabtu (14/6/2025).

Bagi Mashudi dan kolega, nenek moyang telah membuktikan bahwa hasil pertanian tanpa bahan kimia pun bisa sempurna.

Manfaat Jangka Panjang

Varietas padi organik memang membutuhkan waktu panen yang lebih lama, sekitar 100-120 hari atau bahkan lebih, karena mengandalkan pupuk organik dan metode alami.

Hal ini berbeda dengan padi anorganik yang menggunakan pupuk kimia atau pestisida, yang cenderung panen lebih cepat sekitar 90-100 hari setelah tanam.

Namun, Mashudi tak gentar. Ia meyakini metode lama ini jauh lebih ramah lingkungan dan tidak meracuni tanah serta ekosistem sekitar.

Sejak tahun 2020, pendekatan ini telah diterapkan kepada seluruh anggota Kelompok Tani Milenial Ungkal Jaya.

“Kita menerima ilmu dari hasil Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) yang diselenggarakan oleh Dinas Kabupaten hingga Provinsi,” ujar Mashudi.

Penerapan tersebt bertujuan agar petani tidak sepenuhnya bergantung pada pupuk kimia, terutama saat pasokan subsidi terbatas dan harga pupuk non-subsidi melambung tinggi.

Meskipun telah berjalan selama lima tahun, Mashudi mengakui adanya tantangan besar, terutama dalam memberikan pemahaman kepada para anggotanya.

Dari 70 anggota kelompok, baru sekitar 20 persen yang sepenuhnya mau menerapkan pertanian padi organik.

“Dari 20 persen sisanya ada yang semi (organik dan anorganik), dan ada juga yang sepenuhnya menggunakan kimia. Susahnya di situ,” ungkap Mashudi.

Selain itu, faktor eksternal seperti pengaruh dari keluarga, tetangga, hingga lingkungan sekitar juga kerap menjadi kendala.

Meski demikian, Mashudi percaya bahwa konsistensi dan niat utama menjadi kunci.

Hingga kini, upaya memberikan wawasan kepada seluruh anggota Kelompok Tani Milenial Ungkal Jaya terus dilakukan.

Tujuannya satu, yakni menjaga keasrian tanah persawahan warga Desa Damarwulan, dan melestarikan warisan pertanian lokal untuk generasi mendatang.

Pos terkait