Metaranews.co, Kabupaten Jombang – Suasana haru dan tegang menyelimuti rumah orang tua dari ST (39) di Desa Godong, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Ibu ST berulang kali pingsan saat rumahnya didatangi puluhan emak-emak korban arisan bodong yang menuntut kejelasan pengembalian uang mereka.
Para korban yang dijanjikan keuntungan menggiurkan oleh ST, merasa geram karena ST menghilang tanpa kabar. Mereka pun mendatangi rumah orang tua ST, namun ST tidak berada di tempat.
Akibat perbuatan ST, para korban mengklaim mengalami kerugian yang ditaksir mencapai ratusan juta rupiah.
Diketahui, ST saat ini berada di luar Jombang untuk bekerja. Kasus ini telah dilaporkan ke pihak kepolisian.
Titim Hanifah (37), salah satu korban asal Desa Sukoiber, Gudo, menceritakan awal mula dirinya tergiur dengan tawaran arisan dari ST.
“Kita itu ditawari Mbak Santi (ST) beli arisan. Membernya dia jual arisan ke Mbak Santi minta tolong, terus saya itu ditawari, itu Desember 2024,” ujar Titim, Kamis (13/3/2025).
Ia dijanjikan akan menerima Rp 5 juta bila membeli arisan seharga Rp 4 juta.
“Waktu itu saya transfer Rp 4 juta ke rekening Mbak Santi,” jelasnya.
Titim pun dijanjikan arisan tersebut cair pada 14 Desember 2024, dan ia seharusnya mendapat uang Rp 5 juta, namun ternyata uang yang dijanjikan tak kunjung dibayar ST.
Ketika Titim datang ke rumah ST pada 13 Desember 2024, rumah tersebut kosong. Titim kemudian mencari ke rumah orang tua ST, namun hanya bertemu dengan adik ST yang mengatakan bahwa ST tidak bisa dihubungi.
Merasa dirugikan, Titim dan korban lainnya mendatangi Kantor Desa Godong untuk meminta bantuan dan melaporkan kejadian tersebut. Akhirnya para korban dan ST dipertemukan di Balai Desa Godong pada 20 Desember 2024 malam.
“Di situ dia (ST) bilang kalau mau membayar tanggal 31 Januari 2025, namun sebelum tanggal itu, kita dikumpulkan lagi sama Mbak Santi, sama ngajak pengacara, dan di situ Mbak Santi bilang kalau mau menyicil,” sebut Titim.
Namun, hingga saat ini janji tersebut tidak ditepati. ST justru menghilang dan berada di luar Jombang.
“Sampai sekarang enggak ada kejelasan. Nomor HP 3 itu enggak ada yang bisa dihubungi sama sekali, dan kita nomor di grup diblokir,” ujarnya.
Titim menyebutkan bahwa ada sembilan orang anggota dalam grup arisan yang diblokir, dan semuanya belum menerima pengembalian uang. Kerugian yang dialami bervariasi, mulai dari Rp 3,5 juta hingga Rp 20 juta.
“Anggota di grup itu ada sembilan orang, tapi sebenarnya lebih anggotanya. Cuma orang-orang ini enggak punya HP. Kalau saya itu (arisan) Rp 5 juta, ada yang Rp 3,5 juta, ada yang Rp 6,5 juta, ada yang Rp 14 juta, ada yang Rp 20 juta,” sebutnya.
“Kita dijanjikan mau diberi fee, jadi kalau arisannya Rp 5 juta dijual Rp 4 juta, dan nanti kita dapat fee Rp 200 ribu, ada yang Rp 300 ribu, modusnya gitu,” lanjut Titim.
Arisan yang dioperasikan ST ini tidak hanya arisan dalam bentuk uang, namun juga ada arisan kue lebaran yang anggotanya juga banyak.
“Arisan kue lebaran itu sampai sekarang juga belum cair. Itu malah bayarnya setiap seminggu sekali, dan itu anggotanya banyak sekali,” ungkap Titim.
Hal senada diungkapkan Wulan Nurita Sari (34), warga Desa Godong. Wulan mengaku mengalami kerugian hingga belasan juta rupiah akibat ulah ST.
“Saya ini kebetulan membeli dua slot, yang pertama 12 Desember Rp 8 juta, yang kedua itu Rp 6,5 juta, dan setelah 12 Desember itu enggak ada konfirmasi apa-apa, dan ketika saya tanya katanya Mbak Santi member arisannya rumit, semuanya kabur, gitu alasannya,” ucap Wulan.
Wulan sempat dijanjikan akan dibayar setelah ST mendapat pinjaman dari bank. Akan tetapi janji tersebut tidak ditepati.
“Setelah itu saya tunggu Minggu depannya, setelah itu enggak ada kabar, dan tiba-tiba Mbak Santi ngabarin kalau kumpul di Balai Desa, karena mau diselesaikan secara kekeluargaan,” katanya.
Dalam pertemuan di Kantor Desa tersebut, Wulan menyebut semua anggota arisan dijanjikan akan dibayar dengan cara dicicil. Saat itu ST didampingi oleh seorang pengacara.
“Setelah ada kesepakatan dibayar nyicil (mengangsur), ternyata tidak ditepati. Waktu itu tanggal 31 Januari katanya. Nah pas kumpul itu dia membawa pengacara. La ini kok bisa bayar pengacara, padahal kita enggak dicicil,” tuturnya.
Para korban akhirnya melaporkan kejadian ini ke polisi.
“Totalnya kalau dari yang dijanjikan itu sekitar Rp 70 sampai Rp 100 jutaan. Itu 10 orang, kalau yang di luar itu kita enggak tahu, karena banyak orang yang mencari ke rumahnya, setiap hari,” sebut Wulan.
Paman ST, Ahmad Imron, mengaku tidak mengetahui detail masalah arisan tersebut.
“Saya ini secara pribadi enggak tahu menahu soal urusan utang piutang itu, dan saya sebagai keluarga itu bisa membantu semaksimal mungkin kalau ada (uang), dan saya rela menjual sawah saya. Saya iklhas demi keluarga saya, dari pada kayak gini,” ucapnya.
Berdasarkan informasi dari keluarga, saat ini ST sedang bekerja di Bali.
“Kalau Mbak Santi sendiri sedang berusaha kerja di Bali sebagai pembantu. Kalau upaya keluarga ya itu tadi, saya jual sawah dan sudah empat kali saya tawarkan, tapi belum laku,” kata Imron.
Imron pun tak menampik bahwa telah ada dua surat panggilan dari Polsek Gudo untuk ST, namun panggilan tersebut belum dipenuhi.
“Ini sudah masuk di ranah di Polsek. Karena sudah ada yang laporan, dan itu sudah dipanggil dua kali loh, dan kemarin saya datang ke Polsek, dan saya bilang kalau nanti setelah lebaran akan pulang. Karena kalau enggak pulang nanti akan dijemput ke Bali sama Polsek (Gudo),” pungkasnya.