Metaranews.co, Kabupaten Jombang – Dugaan kasus pelecehan seksual terhadap seorang siswi SMP di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, mendapat perhatian serius dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Jawa Timur.
Komnas PA Jatim mendesak aparat kepolisian agar segera menetapkan tersangka dalam kasus tersebut, mengingat korban mengalami trauma berat hingga sempat enggan bersekolah.
Sekretaris Jenderal Komnas PA Jatim, Jaka Prima, menyampaikan bahwa Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Jombang telah memeriksa dua saksi yang merupakan teman dekat korban. Pemeriksaan itu turut didampingi pihak sekolah.
“Kami dari Komnas Perlindungan Anak Jawa Timur sangat mengatensi kasus ini, karena bukan kasus biasa. Korban bahkan sempat tidak masuk sekolah karena trauma dan ketakutan, terlebih kejadian ini diduga terjadi lebih dari satu kali,” ujar Jaka kepada wartawan, Rabu (22/10/2025).
Menurut Jaka, langkah cepat Polres Jombang dalam penanganan perkara ini patut diapresiasi. Namun ia menegaskan agar proses penyelidikan segera ditingkatkan ke tahap penyidikan apabila alat bukti dinilai cukup kuat.
“Kami minta agar prosesnya segera naik sidik, pelaku ditetapkan sebagai tersangka, dan segera dilakukan penahanan,” tegasnya.
Tolak Restorative Justice
Komnas PA Jatim dengan tegas menolak segala bentuk penyelesaian melalui restorative justice dalam kasus ini.
Jaka menilai, pelecehan seksual terhadap anak merupakan kejahatan berat yang harus ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.
“Tidak ada ruang damai untuk pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Pelaku harus dihukum maksimal sesuai Undang-undang Perlindungan Anak dan KUHP agar ada efek jera,” lanjutnya.
Dugaan awal, kasus ini akan dijerat dengan pasal pelecehan seksual dalam KUHP dan Undang-undang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman lebih dari lima tahun penjara.
Kondisi Korban Masih Trauma
Meski kini korban sudah mulai kembali bersekolah, kondisi psikologisnya disebut belum stabil. Korban masih sering dilanda rasa takut, terutama karena jarak rumah dan sekolah yang cukup jauh.
“Korban kadang harus jalan kaki atau naik angkot. Diduga pelaku memanfaatkan situasi ini untuk melancarkan aksinya. Saat ini korban selalu diantar pulang,” jelas Jaka.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, terduga pelaku diduga memiliki hubungan pertemanan keluarga dengan korban, meski keduanya tinggal di dusun berbeda. Sejumlah warga juga sempat mencurigai perilaku terduga pelaku dalam kesehariannya.
“Kami menerima laporan bahwa keseharian pelaku dianggap janggal oleh warga. Tidak menutup kemungkinan ada korban lain. Ini harus diusut tuntas,” tuturnya.
Kronologi Kejadian
Korban berinisial M (17), siswi sebuah SMP di Kecamatan Ngoro, dikenal sebagai pelajar yang hidup dalam keterbatasan ekonomi.
Ia tinggal bersama nenek dan tiga adiknya yang masih kecil. Sang ibu bekerja dengan jam pulang tak menentu, sedangkan ayahnya tidak diketahui keberadaannya.
Setiap pagi, M berjualan nasi bungkus di pasar sebelum berangkat ke sekolah, dengan berjalan kaki karena tidak memiliki kendaraan.
Namun, perjalanan menuju sekolah yang seharusnya aman berubah menjadi mimpi buruk. Saat di jalan, korban bertemu E (40), pria yang merupakan ayah dari teman sekolahnya dan warga Desa Kebondalem, Kecamatan Bareng.
Terduga pelaku menawarkan tumpangan dengan sepeda motor. Karena mengenal pelaku, korban menerima tawaran tersebut.
Di tengah perjalanan, terduga pelaku diduga melakukan tindakan tidak senonoh dengan memberikan uang Rp10.000 sambil menyentuh bagian tubuh korban.
Korban kemudian melompat dari motor dan berlari menuju sekolah sambil menangis histeris. Peristiwa ini kemudian dilaporkan ke pihak sekolah dan diteruskan ke aparat kepolisian.