Mengintip Kemolekan Arsitektur Islami Masjid Baiturrahman Dawuhan Kediri, Berornamen Lafaz “Lillah”

Masjid Baiturrahman Kediri
Caption: Masjid Baiturahman di Dusun Dawuhan, Desa Tambakrejo, Kecamatan Gurah, menjadi salah satu masjid tertua di Kabupaten Kediri, Selasa (4/3/2025). Doc: Anis/Metaranews.co

Metaranews.co, Kabupaten Kediri – Masjid Baiturrahman yang berada di Dusun Dawuhan, Desa Tambakrejo, Kecamatan Gurah, merupakan salah satu masjid tertua di Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Didirikan sekitar tahun 1830-an oleh Kiai Abdurrahman, masjid ini kemudian diperluas oleh putranya, Kiai Kholil, sekitar tahun 1920.

Masjid ini mempertahankan arsitektur kuno dengan jendela-jendela tinggi di bagian atas.

Bangunan masjid ini disangga oleh lima tiang kayu jati, dan memiliki dua menara yang digunakan untuk mengumandangkan azan secara manual.

Keunikan masjid ini terletak pada ornamen lafaz “Lillah” yang menghiasi setiap sudut bangunan.

Lafaz-lafaz tersebut, yang juga berbentuk lingkaran, dapat ditemukan di dinding, mimbar, tiang penyangga, bahkan terukir detail di usuk kayu penyangga atap.

Keturunan keempat Kiai Abdurrahman, Zen Thoyyib, menjelaskan bahwa ornamen tersebut mengandung makna mendalam dari ajaran leluhurnya.

“Ornamen ini lafaz Lillah, yang artinya mengingat ibadah kepada Allah, apabila ke masjid lillahitaala. Jadi ke masjid tanpa pamrih, hanya sebagai pengingat saja keppada kita semua jemaah kalau ke masjid lillahitaala tanpa pamrih,” kata Zen, Selasa (4/3/2025).

Zen menambahkan, jika jemaah telah melaksanakan kewajiban salat dengan ikhlas karena Allah, maka itulah inti dari ajaran yang terkandung dalam ornamen tersebut.

Nilai-nilai ini diwariskan langsung dari Kiai Abdurrahman, kemudian dilanjutkan oleh Kiai Kholil, dengan bantuan para santri Tarekat Naqsyabandiyah.

Menurut Zen, dahulu banyak santri yang datang untuk menimba ilmu Tarekat Naqsyabandiyah dan beribadah di masjid ini.

Di sebelah selatan masjid, terdapat gubuk panggung yang menjadi tempat tinggal para santri, yang sebagian besar berasal dari Jawa Tengah.

Meskipun masjid ini telah mengalami beberapa renovasi dan pembaruan, seperti penggantian genting atap asbes di pinggir serambi, dan pemasangan ubin sekitar tahun 1980-an, namun seiring perkembangan zaman, peminat santri yang belajar dakwah dari Tarekat Naqsyabandiyah semakin berkurang.

“Dulu santri banyak, dari Jawa Tengah ke sini, belajar di sini,” jelas Zen.

Zen menegaskan komitmennya sebagai penerus dakwah Tarekat Naqsyabandiyah untuk mempertahankan ajaran dan keberadaan masjid peninggalan Kiai Baiturrahman ini.

Bangunan masjid yang berusia ratusan tahun ini terus dijaga dengan perubahan-perubahan kecil yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman.

Pos terkait