Meriahnya Grebeg Suro Gedangsewu Pare, Masyarakat Antusias Berebut Gunungan Sedekah Bumi

Grebeg Suro Gedangsewu
Caption: Masyarakat menyerbu gunungan sedekah hasil bumi usai perayaan Grebeg Suro di Sumber Wungu, Desa Gedangsewu, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Jumat (4/7/2025). Doc: M Nasrul/Metaranews.co

Metaranews.co, Kabupaten Kediri – Pemerintah Desa (Pemdes) Gedangsewu, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, terus melestarikan adat dan budaya lokal Jawa.

Hari ini, Jumat (4/7/2025), masyarakat desa tersebut menggelar tradisi Grebeg Suro, sebuah perayaan yang rutin dilaksanakan setiap tanggal 1 Suro atau 1 Muharram dalam kalender Hijriah.

Acara diawali dengan kirab budaya, yang mana peserta mengenakan pakaian adat Jawa dan berarak dari Lapangan Desa Gedangsewu menuju Sumber Wungu.

Kepala Desa (Kades) Gedangsewu, Roeslan Abdulgani, menjelaskan bahwa tradisi ini telah berlangsung bertahun-tahun sebagai wujud syukur kepada Tuhan dan para sesepuh desa.

“Kami sudah sudah melakukan kegiatan ini bertahun-tahun. Ini merupakan sebagai bentuk ucapan rasa syukur kepada tuhan serta sesepuh di Gedangsewu,” ucapnya.

Tak hanya sekadar seremonial, Grebeg Suro di Gedangsewu juga bertujuan memperkenalkan kembali tradisi nenek moyang Jawa kepada generasi muda.

“Kita terus berusaha untuk mengenalkan budaya leluhur kita khususnya. Agar ke depannya budaya leluhur dapat terus dikenal oleh anak cucu kita di Gedangsewu,” tutur Roeslan.

Roeslan menambahkan, tradisi ini akan terus dilestarikan sebagai wujud pelestarian budaya dan kebersamaan antarumat di desa Gedangsewu.

Puncak acara Grebeg Suro di Gedangsewu ditandai dengan pembagian gunungan hasil bumi kepada seluruh masyarakat.

Antusiasme terlihat jelas saat masyarakat, termasuk anak-anak, berebut mendapatkan sedekah hasil bumi dari gunungan tersebut.

Salah satu warga, Mbah Soratmo, turut berpartisipasi dan berhasil mendapatkan bagian.

“Alhamdulillah dapat pepaya dan wortel,” ujar lansia berusia 69 tahun tersebut.

Mbah Soratmo berharap kegiatan seperti ini terus dipertahankan. Ia prihatin dengan minimnya pemahaman generasi muda tentang tradisi leluhur akibat tergerus perkembangan zaman.

“Hal itu terbukti dengan generasi saat ini yang kurang, bahkan sama sekali tidak faham, tentang tradisi budaya nenek moyang. Saya berharap kegiatan nguri-nguri budaya tersulut di kembangkan keberadaannya,” harap Mbah Soratmo.

Pos terkait