Metaranews.co, Kabupaten Kediri – Pada tahun 2018 silam warga Desa Tunglur, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, bersama-sama menggali jejak peninggalan sejarah yang tersebar di wilayah mereka.
Hasilnya, ditemukan puluhan benda kuno seperti artefak, arca, fragmen, serta beberapa pipisan yang diindikasi sebagai sisa-sisa bekas pemukiman masa lampau.
Barang-barang temuan itupun dikumpulkan, dan disimpan oleh warga di sebuah pendopo kecil, yang mereka sebut sebagai Museum Mini Kampung Sentanan.
Namun sayang, setelah lima tahun berlalu, kondisi benda peninggalan sejarah itu kini kian terbengkalai.
Tampak beberapa benda semakin usang, dan masih tersimpan berserakan di dalam gubuk kecil yang minim pengawasan serta keamanannya.
Bahkan, ada fragmen yang diyakini pemerhati sejarah sebagai prasasti terpenggal, diletakkan dengan posisi terbalik di dalam gubuk kecil itu.
Khatibul Umam, Ketua RT setempat mengatakan, sejak awal sekumpulan benda purbakala itu memang rencananya disulap menjadi destinasi wisata sejarah di Tunglur.
Akan tetapi, upaya konservasi itu mengalami kendala.
“Ada perbedaan pendapat di masyarakat, ada yang setuju dan tidak setuju kalau museum jadi tujuan wisata,” ungkap Umam kepada Metaranews.co, Rabu (10/5/2023).
Umam melanjutkan, karena adanya selisih faham itulah yang akhirnya membuat keberadaan benda-benda kuno di Tunglur ini belum mendapat perhatian yang lebih.
“Akhirnya ya kita masih merawat apa adanya. Meski begitu, beberapa orang masih ada yang berkunjung ke tempat ini,” paparnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Museum dan Purbakala Disbudpar Kabupaten Kediri, Eko Priatno, angkat bicara.
Ia menyebut pihaknya berencana mengalihkan beberapa benda purbakala yang ada di Kampung Sentanan Desa Tunglur ke Museum Sri Aji Jayabaya.
“Kalau desa kesulitan merawat, kita berencana mengurasinya ke museum baru kalau sudah jadi,” tutur Eko.
Namun, lanjut Eko, upaya kurasi itu tak semata berdasarkan pada keputusan satu pihak.
Eko menerangkan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, masyarakat boleh untuk menolak, asalkan benda-benda tersebut dilaporkan ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kediri.
“Dilaporkan itu bukan untuk menjadikan pemerintah mengambil alih, kami hanya mencatatnya saja,” sebut Eko.
Eko berharap, jika masyarakat memang ingin merawatnya sendiri, maka harus bisa bertanggung jawab atas keselamatan dari benda-benda purbakala itu.
“Intinya kalau desa sudah tidak bisa merawat, karena konsekuensinya tinggi, itu bisa dialihkan ke Pemda,” ucap Eko.
“Nantinya meskipun jadi benda koleksi di museum, nama pemilik atau penemu yang rela menyerahkan akan tetap kami cantumkan,” lanjut dia.