Ratusan Petani Puncu Geruduk Pemkab Kediri, Tolak HGU PT Mangli Dian Perkasa dan PT Karunia Rejeki Abadi

Pemkab Kediri
Caption: Petani yang tergabung dalam Paguyuban Tani Puncu Makmur Puncu melakukan aksi demonstrasi di depan Kantor Pemerintah Kabupaten Kediri, Jumat (23/8/2024). Doc: Anis/Metaranews.co

Metaranews.co, Kabupaten Kediri – Para petani yang tergabung dalam Paguyuban Tani Puncu Makmur asal Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, melakukan aksi demonstrasi di depan Kantor Pemerintah Kabupaten Kediri, Jumat (23/8/2024).

Namun dalam aksi ini, tuntutan para petani tidak terpenuhi karena gagal menemui Bupati Kediri, Hanindhito Himawan Pramana. Lantaran sang bupati sedang tidak ada di kantor. Selanjutnya massa aksi membubarkan diri setelah menunggu berjam-jam.

Bacaan Lainnya

“Karena Mas Bup tidak ada di kantor, sehingga tidak bisa menemui massa aksi,” kata Camat Puncu, Firman Tapa, Jumat (23/8/2024).

Sebelumnya, dengan berorasi dan membentangkan poster, para petani yang berjumlah sebanyak 150 orang itu berkeinginan untuk menemui Bupati Kediri, Hanindhito Himawan Pramana, guna menolak perpanjangan sewa Hak Guna Usaha (HGU) PT Mangli Dian Perkasa dan PT Karunia Rejeki Abadi kepada lahan seluas 240 hektare di Desa Puncu.

Para petani memohon agar lahan seluas 240 hektare tersebut bisa dikelola warga setempat.

“Tuntutan kami itu meminta lahan yang 240 hektare ini segera didistribuaikan kepada petani-petani kecil yang ada di kawasan Pucu,” ujar Ketua Paguyuban Tani Puncu Makmur, Mariyono.

Mariyono mengatakan, bersama para petani lainnya pihaknya tudak setuju adanya perpanjangan HGU untuk kedua PT tersebut, karena tidak memberikan kontribusi kepada masyarakat setempat.

Pihaknya menduga kedua PT itu telah mengalihkan fungsi pengelolaan lahan ke tanaman tebu, nanas, jabon, bansa, hingga ke pertambangan. Padahal izin pengelolaan diperuntukkan untuk perkebunan kopi dan cengkeh.

“Dampaknya sangat besar, masyarakat tidak mempunyai kompensasi terutama sebagai pekerjaan yang dibanding dahulu perkebunan kopi,” jelas Mariyono.

“Sekarang bertani menyewa atau jadi burih di lahan Perhutani, dengan sewa harga mahal. Kerap kali merugi karena gagal panen kena cuaca buruk. Meski sudah diberikan bantuan bibit jagung guna ketahanan pangan, tetapi kita tidak punya lahan,” pungkasnya.

Pos terkait