Metaranews.co, Kota Blitar – Dalam kurun waktu lima bulan pertama tahun 2024, Pengadilan Agama Kelas IA Blitar mencatat angka perceraian yang ‘mencengangkan’ di wilayah Blitar Raya.
Dari Januari hingga Mei 2024, tercatat ada 1.508 pengajuan perceraian yang terdiri dari cerai talak maupun cerai gugat.
Adapun dari jumlah tersebut, sebanyak 1.122 pasangan telah resmi bercerai dengan 264 kasus cerai talak dan 858 kasus cerai gugat yang dikabulkan oleh pengadilan.
Plt Humas Pengadilan Agama Kelas IA Blitar, Ahmad Syaukani menjelaskan, penyebab utama perceraian di Blitar Raya mayoritas dipicu perselisihan yang terjadi secara terus-menerus.
“Banyak pasangan mengaku tidak siap menghadapi berbagai permasalahan dalam rumah tangga, sehingga sering terjadi pertengkaran yang tidak kunjung selesai,” kata Syaukani, Senin (10/6/2024).
Syaukani menambahkan, bahwa mayoritas dari pasangan ini adalah mereka yang masih berusia di bawah 30 tahun. Selain perselisihan, faktor ekonomi juga menjadi pemicu dominan perceraian.
“Sebagian besar masalah ekonomi yang memicu perceraian adalah karena suami malas bekerja, dan justru bergantung pada istri yang bekerja,” tambahnya.
Ketidakmampuan suami untuk menjadi tulang punggung keluarga kerap kali menimbulkan konflik yang berujung pada perceraian. Namun tidak hanya dua faktor tersebut yang menjadi penyebab retaknya rumah tangga.
Pengadilan juga mencatat kasus-kasus perceraian yang disebabkan oleh alasan lain, seperti meninggalkan salah satu pihak, poligami yang tidak diterima oleh istri, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), perselingkuhan, kecanduan alkohol, perjudian, dan beberapa faktor lainnya.
Selanjutnya, Syaukani juga menekankan bahwa banyaknya pengajuan perceraian tersebut lebih banyak sang istri yang menggugat cerai daripada si suami.
Hal ini menunjukkan bahwa perempuan di Blitar Raya mulai lebih berani mengambil langkah untuk keluar dari hubungan yang tidak sehat.
Di tengah lonjakan kasus perceraian ini, Pengadilan Agama Kelas IA Blitar terus berupaya memberikan layanan yang maksimal dalam menangani setiap kasus perceraian.
Syaukani berharap, masyarakat dapat lebih memahami dan siap menghadapi berbagai tantangan dalam pernikahan agar angka perceraian dapat ditekan.
“Kami selalu mengedepankan upaya mediasi sebelum memutuskan perceraian. Tetapi pada akhirnya keputusan tetap ada di tangan pasangan,” tuturnya.
Dengan meningkatnya kasus perceraian, Syaukani mengingatkan pentingnya kesiapan mental dan ekonomi dalam membangun rumah tangga.
“Perselisihan dan masalah ekonomi bisa diminimalisir jika pasangan memiliki komitmen dan kesiapan yang matang sebelum menikah,” pungkasnya.
Kasus perceraian yang terus meningkat ini menjadi cerminan betapa pentingnya edukasi pranikah dan dukungan yang memadai bagi pasangan muda, untuk membina rumah tangga yang harmonis dan stabil.