Metaranews.co, Kabupaten Kediri – Jaringan Gusdurian meresmikan Rumah Lansia Gusdurian di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Sabtu (27/12/2025).
Kehadiran Rumah Lansia Gusdurian ini sebagai upaya merespons meningkatnya jumlah lansia di Indonesia, seiring naiknya angka harapan hidup dan munculnya persoalan lansia terlantar.
Koordinator Gusdurian Mojokutho Pare, Kabupaten Kediri, Antok Beler, mengatakan peresmian rumah lansia tersebut bertepatan dengan agenda Haul ke-16Gus Dur, kegiatan rutin tahunan Jaringan Gusdurian yang tahun ini mengusung tema “Dari Rakyat untuk Rakyat”.
“Rumah lansia ini sekaligus menjadi ruang kemanusiaan bersama bagi lansia dan anak-anak yang membutuhkan pendampingan, mereka ini sebagain ditemukan oleh relawan sebagain diantar oleh keluarga, ” terangnya.
Antok menyebutkan bahwa saat ini Rumah Lansia Gusdurian Pare mendampingi hampir 50 lansia, yang sebagian besar merupakan lansia temuan dan lansia yang ditelantarkan keluarga.
Pada peresmian kali ini, sebanyak 12 kamar baru resmi digunakan. Sementara itu, bangunan lama memiliki sekitar 25 kamar yang sebelumnya menampung hingga 40 penghuni sehingga mengalami kelebihan kapasitas.
Sementara itu, Direktur Jaringan Gusdurian Indonesia, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, mengatakan keberadaan rumah lansia ini dinilai penting mengingat perubahan demografi Indonesia yang menunjukkan jumlah lansia terus bertambah.
Kondisi tersebut membutuhkan kesiapan negara dan masyarakat dalam menyediakan layanan, fasilitas, serta edukasi keluarga agar lansia tetap terawat dan tidak terpinggirkan.
Rumah Lansia Gusdurian Pare dikelola secara gotong royong dengan melibatkan berbagai pihak.
Selain bekerja sama dengan Dinas Sosial kabupaten dan provinsi, pengelola juga berkoordinasi dengan kepolisian, Koramil, serta relawan dari berbagai komunitas kemanusiaan.
Penanganan lansia temuan dan lansia dengan kondisi khusus dilakukan melalui kerja sama lintas sektor tersebut.
Menariknya, rumah lansia ini menjadi contoh praktik kebinekaan. Relawan, pengelola, dan para pendukung berasal dari berbagai latar belakang agama dan komunitas.
Operasional rumah lansia berjalan tanpa donatur tetap, namun didukung oleh partisipasi masyarakat dan para relawan yang secara sukarela membantu pemenuhan kebutuhan harian lansia, termasuk penyediaan makanan tiga kali sehari.
Dari sisi Jaringan Gusdurian, keberadaan Rumah Lansia di Pare diharapkan dapat menjadi praktik baik yang menginspirasi komunitas Gusdurian di daerah lain untuk menginisiasi program serupa.
Sebelumnya, Jaringan Gusdurian juga dikenal melalui berbagai inisiatif sosial, seperti sekolah perempuan di desa-desa.
Meski demikian, pengelola mengakui masih terdapat sejumlah kebutuhan mendesak, di antaranya ruang isolasi bagi lansia baru yang memerlukan penanganan khusus akibat kondisi kesehatan tertentu, serta ambulans untuk menunjang layanan darurat.
Dengan diresmikannya Rumah Lansia Gusdurian Pare, diharapkan semakin banyak pihak yang terlibat dalam upaya bersama merawat dan melindungi lansia sebagai bagian dari tanggung jawab kemanusiaan.






