Ruwatan di Situs Ndalem Pojok Kediri, Ribuan Umat Lintas Agama Doakan Indonesia

Kediri
Caption: Ribuan masyarakat lintas agama, budaya, dan suku dari berbagai daerah memusatkan diri di Situs Ndalem Pojok, Kediri, Senin (18/8/2025). Doc: M Nasrul/Metaranews.co

Metaranews.co, Kabupaten Kediri – Ribuan masyarakat lintas agama, budaya, dan suku memadati Situs Ndalem Pojok di Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Senin (18/8/2025).

Di rumah masa kecil sang Proklamator, Ir Soekarno, itu diadakan kegiatan ruwatan negara, untuk mendoakan keselamatan serta keberkahan bagi Republik Indonesia yang memasuki usia ke-80 tahun.

Bacaan Lainnya

Prosesi ruwatan berlangsung khidmat. Para peserta kompak mengenakan pakaian adat Jawa.

Laki-laki tampil dengan blangkon dan busana adat, sementara perempuan memakai jarik kebaya. Bagi yang beragama Islam, turut mengenakan kerudung berwarna kuning sebagai simbol doa dan pengharapan.

Ketua Persada Situs Ndalem Pojok, Kushartono, menjelaskan bahwa acara ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang menginginkan Indonesia menjadi “mercusuar perdamaian dunia”.

“Memang hal itu (mercusuar perdamaian dunia) tampak mustahil, tapi kita percaya pada kekuatan rahmat Tuhan. Indonesia bisa menjadi imam perdamaian dunia,” ujarnya.

Ruwatan kali ini juga dihadiri sejumlah tokoh spiritual Nusantara, antara lain Pandita Putra Agung Siliwangi Manwaba dari Bali, Egusim dari Mojokerto, Mang Ayi dari Sunda, serta penampilan wayang ruwatan oleh Bah Gandrung dari Kediri.

Menurut Kushartono, keterlibatan lintas agama dan budaya dimaksudkan untuk membersihkan serta menyucikan negara dari pengaruh buruk sekaligus mendoakan keselamatan bangsa.

Prosesi sakral telah dimulai sejak Minggu (17/8/2025). Rangkaian kegiatan berlanjut pada Senin dengan kirab budaya berjalan kaki membawa wayang Gandrung sejauh 45 kilometer dari Desa Pagung, Gunung Wilis, menuju Situs Persada Sukarno.

Sejak tahun 2018, Persada Soekarno rutin menggelar dua upacara peringatan kemerdekaan, yakni 17 Agustus sebagai Hari Kemerdekaan Bangsa, dan 18 Agustus sebagai Hari Berdirinya Negara.

Kushartono berharap pemerintah dapat segera menetapkan 18 Agustus sebagai Hari Jadi Negara Republik Indonesia.

“Kalau Hari Santri dan Hari Lahir Pancasila saja bisa ditetapkan setelah puluhan tahun, tentu tidak mustahil 18 Agustus juga bisa. Bukankah lebih penting hari berdirinya negara, karena tanpa itu tidak ada hari besar lainnya?” sebutnya.

Sementara itu, Ma’nuna, warga asal Nganjuk yang turut serta dalam prosesi, mengaku terinspirasi dengan kirab budaya yang menampilkan busana adat Jawa.

Menurut Ma’nuna, tradisi ini memberi edukasi sekaligus mengingatkan jasa para pahlawan.

“(Kegiatan ini) juga bisa merefleksikan diri, bagaimana Pak Soekarno (Presiden pertama RI) dulu memimpin masyarakat untuk memerdekakan Indonesia. Di samping itu juga mengenang jasa beliau,” tuturnya.

Acara ruwatan ditutup dengan tradisi berebut makanan sebagai wujud rasa syukur masyarakat dalam memperingati 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia.

Pos terkait