Terancam Digusur, Belasan KK di Perumahan Persada Sayang Kota Kediri Bertahan Tunggu Kompensasi

Perumahan Persada Sayang
Caption: Stiker pemberitahuan pengosongan rumah di salah satu bangunan dari 14 KK di Perumahan Persada Sayang Kelurahan Mojoroto Kediri yang terancam digusur, Rabu (17/5/2023). Doc: Anis/Metaranews.co

Metaranews.co, Kota Kediri – Belasan Kepala Keluarga (KK) di Perumahan Persada Sayang Kelurahan/ Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, masih bersikukuh bertahan meski terancam digusur.

Mereka bersikukuh bertahan, dengan alasan penggusuran terhadap 14 KK oleh Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim), itu dilakukan tanpa kompensasi.

Bacaan Lainnya

Ketua RT 18, RW 06, Perumahan Persada Sayang, Putut Suharto, menyebut sebanyak 14 KK itu menempati 21 bangunan di Perumahan Persada Sayang, yang sudah dihuni oleh mereka selama 38 tahun.

Adapun penggusuran di lahan seluas 5.556 meter persegi oleh Pemprov Jatim itu dilakukan untuk perluasan Rumah Sakit Umum (RSU) Dhaha Husada, yang berada tepat bersebelahan dengan perumahan warga.

“Intinya kita tidak menahan kepemilikan lahan itu kalau memang untuk pembangunan RSU. Tetapi tolong pikirkan nasib warga, mengganti nilai bangunan yang ada di situ. Karena warga di situ kalau dihitung bertempat tinggal ada 38 tahun,” kata Putut, Rabu (17/5/2023).

Putut lantas menceritakan duduk perkara permasalahan kepemilikan lahan tersebut.

Hal itu bermula dari pengelolaan tanah kosong milik Dinas PU Bina Marga Pemprov Jatim sejak tahun 1984. Tanah itupun berstatus milik negara, yang ditempati oleh para ASN PU Bina Marga.

Kemudian, tahun 1985 dilanjutkan pengukuran dan pembagian kavling dan pemetaan lokasi, hingga mengajukan kepemilikan hak pakai ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Seiring waktu, kata Putut, warga yang mendapatkan hak pakai, dan masing-masing warga bebas mendirikan bangunan.

“Setelah 1985 selesai pengukuran. Maka turunlah tahun 1986 sertifikat hak pakai pada seluas lahan 5.556 meter persegi,” jelasnya.

Lalu pada tahun 2014, Putut mengungkapkan beberapa warga juga sempat mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Tak hanya itu, kata Putut, pihaknya juga dikenakan retribusi setiap tahun dengan alasan hak pemakaian tanah negara.

“Bervariasi setiap tahun (nilai retribusi), bisa bertambah kita ngikut saja, mulai Rp60.000, Rp100.000, sampai Rp300.000,” paparnya.

“Sebenarnya tidak ada masalah sampai 2014 itu, kita baik-baik saja. Masalah muncul ramai sampai seperti ini karena perubahan RS Kusta, yang sekarang beralih nama jadi RSU Dhaha Husada. Lahan PU diminta RSU untuk menambah perluasan bangunan,” beber Putut.

Hingga terbitlah Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Timut tentang pengalihan kelola lahan 5.556 meter persegi tersebut ke RSU Dhaha Husada.

“Cuma dari SK itu, kita tidak pernah diajak rapat. Dalam surat itu berdalih tertulis lahan kosong tidak terpakai. Padahal di situ ada belasan KK yang bertempat tinggal puluhan tahun,” tambahnya.

Meskipun sudah ada peringatan dan teguran untuk pengosongan rumah oleh pihak keamanan, Putut dan sejumlah warga lainnya masih bersikukuh bertahan.

“Kalau melihat surat peringatan itu. Waktu peringatan ketiga kalau tidak diindahkan, bakal ada konsekuensi hukum. Cuma konstruksinya apa saya juga enggak tahu,” tukasnya.

Sementara itu, pihak RSU Daha Husada terkesan masih menutup diri terkait permasalahan ini.

Saat ditemui Metaranews.co, Rabu (17/5/2023) pagi, pihak keamanan RS menyebut Direktur RSU Daha Husada, Darwan Triyono, masih mengoperasi pasien dan enggan untuk ditemui.

Sementara Humas RSU Daha Husada juga enggan ditemui dengan dalih rapat, dan meminta ditemui keesokan harinya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar

  1. Ya iyalah, menempati yg bukan miliknya itu klu sewaktu-waktu diminta out ya harus mau. Kan cuma nempati gk beli tanah???