Wakil Ketua Komisi D DPRD Jatim Khusnul Arif Soroti Penutupan Sementara Bandara Dhoho, Desak Solusi Konkret

Wakil Ketua Komisi D DPRD Jawa Timur Khusnul Arif (Istimewa)
Wakil Ketua Komisi D DPRD Jawa Timur Khusnul Arif (Istimewa)

Metaranews.co, Kabupaten Kediri  – Mandeknya layanan penerbangan untuk sementara waktu di Bandar Udara (Bandara) Dhoho Kediri hingga akhir Juli 2025 memicu perhatian serius dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur (Jatim).

Wakil Ketua Komisi D DPRD Jatim, Khusnul Arif, menyayangkan mandeknya layanan penerbangan di Bandara Dhoho, yang notabene hasil Proyek Strategis Nasional (PSN) ini.

Bacaan Lainnya

Menurut Mas Pipin, sapaan karib Khusnul Arif, hal tersebut terjadi karena lambatnya peran pemerintah provinsi maupun pusat dalam menyokong keberlangsungan bandara tersebut.

Oleh karenanya, Mas Pipin mendesak adanya intervensi serius dari pemerintah. Ia memperingatkan jika PSN ini gagal, maka hal itu akan menjadi preseden buruk bagi proyek-proyek strategis lainnya di Indonesia.

Lebih lanjut, Mas Pipin menekankan perlunya kajian ulang. Sebab, ia menduga kajian awal Bandara Dhoho tidak matang, yang berujung pada penghentian layanan penerbangan untuk sementara.

“Karena ini mandek, saya rasa kajiannya saat itu belum matang, sehingga pemerintah perlu melakukan pengkajian ulang dengan melibatkan banyak pihak baik para praktisi, akademisi,, serta stakeholder termasuk dengan 13 daerah penyangga agar ini segera teratasi,” tuturnya.

Ia juga menduga bahwa alasan yang disampaikan oleh pihak pengelola bandara Angkasa Pura II, terkait penutupan layanan penerbangan untuk sementara adalah “klise”.

“Saya menduga statemen dari Angkasa Pura II perihal pengehentian sementara penerbangan Bandara Dhoho karena keterbatasan armada itu hanyalah alasan klasik. Saya duga bukan karena itu, tetapi karena okupansi penumpang yang memang masih rendah,” ujarnya.

Menurut Mas Pipin, beberapa faktor penyebab sepinya penumpang meliputi jadwal penerbangan dan maskapai yang terbatas, serta harga tiket yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan Bandara Juanda.

Hal tersebut membuat calon penumpang lebih memilih alternatif lain yang lebih fleksibel dan ekonomis, meski harus menempuh jarak lebih jauh.

Mas Pipin juga khawatir jika Bandara Dhoho tidak segera ditangani dan Tol Kertosono-Tulungagung sudah rampung, maka akan semakin sulit untuk menghidupkan bandara.

“Jika tol jadi, saya meyakini bandara juga akan semakin berat berjalan,” jelasnya.

Minim Kolaborasi

Selanjutnya, Mas Pipin mengkritik terkait minimnya kolaborasi dan dukungan dari pemerintah daerah penyangga.

Kondisi ini, disebut Mas Pipin, dilatarbelakangi oleh kurangnya campur tangan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) sebagai jembatan penghubung antara Kabupaten Kediri dengan 13 daerah penyangga bandara.

“Pemerintah daerah tak hanya Kabupaten Kediri saja, namun seperti dalam kajian awal ada 13 daerah penyangga di sekitar Kediri juga harus ikut serta mengupayakannya dengan membuat destinasi yang memancing kedatangan wisatawan. Tak kalah penting industri juga harus dipikirkan,” sebutnya.

Ia menekankan bahwa efek ganda atau multiplier effect dari Bandara Dhoho akan dirasakan oleh seluruh daerah penyangga.

Oleh karena itu, sudah semestinya semua pihak proaktif menciptakan ekosistem pariwisata dan industri, yang dapat menarik arus kedatangan orang dan barang melalui Bandara Dhoho.

“Sekali lagi saya tegaskan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur harus hadir dan turut serta cawe-cawe dalam upaya menghidupkan bandara ini,” serunya.

Marwah Pemerintah

Mas Pipin juga menyoroti nasib bandara ini dengan harga diri pemerintah di mata publik.

“Sebab karena PSN, ini marwah pemerintah pusat di sini. Jika ini gagal, bagaimana nanti dengan PSN yang lain?,” tandasnya.

Apa yang disampaikan Mas Pipin cukup beralasan. Lantaran diduga regulasi penerbangan dari pemerintah pusat yang krusial untuk mendukung operasional bandara hingga kini juga belum tuntas sepenuhnya.

“Pemerintah pusat harus juga hadir dalam proses ini, khususnya terkait regulasi penerbangan, sebab saya menduga hingga hari ini belum selesai penuh,” ungkapnya.

Menurut Mas Pipin, tanpa adanya langkah konkret, terintegrasi, dan intervensi serius dari seluruh pemangku kepentingan – terutama pemerintah pusat dan provinsi – investasi triliunan rupiah tersebut terancam tidak memberikan dampak ekonomi yang diharapkan, dan hanya akan menjadi monumen megah yang sepi dari aktivitas.

Pos terkait