Metaranews.co, Kota Samarinda – Polemik terkait kemungkinan dikaitkannya program Keluarga Berencana (KB) berupa vasektomi dengan pemberian Bantuan Sosial (Bansos) di Kalimantan Timur (Kaltim) mendapat perhatian serius dari DPRD Kaltim.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, dr Andi Satya Adi Saputra, menyuarakan penolakan tegas terhadap ide menjadikan vasektomi sebagai prasyarat penerimaan bansos.
“Vasektomi itu adalah kontrasepsi tetap atau kornitap. Artinya, keputusan untuk melakukannya tidak bisa sembarangan. Harus berdasarkan kesadaran pribadi yang benar-benar mantap, dan tidak boleh ada unsur paksaan,” ujarnya di Gedung DPRD Kaltim.
Menurut Andi, bansos adalah hak konstitusional warga negara yang tidak boleh dikaitkan dengan syarat medis, apalagi tindakan yang bersifat permanen seperti vasektomi.
Ia menilai bahwa pendekatan semacam itu melanggar prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).
“Kalau itu diwajibkan pemerintah sebagai syarat bansos, saya rasa itu sangat tidak tepat. Bantuan sosial adalah hak, bukan hadiah yang diberikan jika seseorang menyerahkan kendali atas tubuhnya,” tegasnya.
Dokter spesialis kandungan ini menekankan bahwa vasektomi merupakan prosedur irreversible, sehingga keputusan untuk melakukannya harus berasal dari pemahaman dan kesiapan pribadi, bukan karena tekanan ekonomi.
“Vasektomi itu irreversible. Sekali dilakukan, tidak bisa dibatalkan. Makanya, harus dari orang yang benar-benar paham dan siap. Bukan karena ingin dapat bantuan lalu merasa terpaksa melakukannya,” jelas Andi.
Andi juga mengkhawatirkan munculnya diskriminasi terselubung terhadap masyarakat berpenghasilan rendah bila program tersebut dipaksakan.
Menurutnya, ini bisa memperkuat stigma negatif terhadap kelompok ekonomi bawah.
“Saya khawatir ini bisa menimbulkan diskriminasi terselubung terhadap masyarakat menengah ke bawah. Seakan-akan mereka dianggap tidak pantas mendapat bantuan jika tidak ikut dalam program vasektomi. Ini berbahaya,” ungkapnya.
Ia pun menegaskan dukungannya terhadap program KB, namun menegaskan bahwa keberhasilan program ini harus dicapai lewat edukasi dan pendekatan persuasif, bukan paksaan.
“Saya sangat mendukung program KB. Tapi caranya harus lewat edukasi, bukan pemaksaan. Negara seharusnya hadir dengan membangun kesadaran, bukan dengan membuat aturan yang mengancam hak dasar,” tandasnya. (ADV)