Fenomena Ateisme yang Mulai Menjalar dan Berkembang di Timur Tengah, Bagaimana dengan Indonesia?

Ateisme
Ilustrasi tulisan ateisme. (Istock)

Metaranews.co, Hiburan – Berkembangnya Ateisme di negara Timur Tengah, apakah bisa menjadi alarm untuk Indonesia ?

Ateisme sendiri merupakan sebuah pandangan filosofi yang percaya tidak adanya keberadaan Tuhan dan dewa-dewi ataupun penolakan terhadap teisme yang disertai dengan klaim.

Dalam pengertian yang paling luas, ia adalah kepercayaan bahwa tidak adanya keberadaan dewa atau Tuhan. Hal ini, mungkin bertentangan dengan sebagian masyarakat yang percaya bahwa ada Tuhan di sekelilingnya.

Lebih lanjut, Ateisme sendiri ternyata telah berkembang di Timur Tengah, kawasan yang dikenal luas sebagai tempat awal berkembangnya ajaran Islam. Islam dan Timur Tengah adalah satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan.

Namun, beberapa tahun kebelakang, di Timur Tengah sendiri perkembangan Ateisme ternyata semakin massif. Merujuk pada Pew Research Center, pada tahun 2015, ada 317 juta umat Islam atau sekitar 93% yang tinggal di beberapa negara yang tersebar di sana.

Statistik mengatakan demikian, dalam satu dekade terakhir muncul fenomena menarik terkait agama yang dianut oleh penduduk Arab. Fenomena ini adalah kebangkitan ateis.

Terdapat beberapa survei yang menggambarkan fakta ini. Pada tahun 2019, survei Internasional BBC melihat peningkatan persentase penduduk tanpa agama, dari hanya 8% pada tahun 2013 menjadi 13% pada tahun 2019.

Beberapa lembaga juga telah melakukan jajak pendapat di tingkat daerah. Penelitian yang dilakukan oleh “Iranian’s Attitudes Toward Religion pada tahun 2020 mengungkapkan, bahwa 47% dari 40.000 responden mengaku telah beralih dari beragama menjadi ateis.

Turki, negara yang 99% Muslim, juga menunjukkan peningkatan jumlah ateis dalam 10 tahun terakhir. Dalam laporan survei Konda 2019, ditemukan bahwa jumlah orang Turki yang mengaku menganut Islam turun dari 55% menjadi 51%.

Selain di Turki, mengutip Deutsche Welle, di Mesir, Universitas Al-Azhar Kairo pada 2014 juga melakukan survei dengan topik serupa. Hasilnya menunjukkan bahwa 10,7 juta dari 87 juta orang Mesir diidentifikasi sebagai ateis, terhitung 12,3% dari total populasi.

Mengutip “Laporan Kebebasan Beragama Internasional Arab Saudi 2021 (2021)” di Arab Saudi sendiri tercatat ada 224 ribu yang memilih tidak beragama, baik ateis maupun agnostik.

Lantas apa yang menyebabkan hal tersebut bisa terjadi dan persentasenya terus meningkat setiap tahunnya?

Hannah Wallace dalam artikel “Men Without God : The Rise of Atheism in Saudi Arabia” tahun 2020 menjelaskan, jika berkembangnya Ateisme di Timur Tengah tidak lepas dari sikap politik.

Sikap politik pemerintah yang menggunakan agama disinyalir menjadi penyebab berkembangnya Ateisme di Timur Tengah, setidaknya terjadi di Arab Saudi.

Sikap politik pemerintah setempat yang masih menggunakan agama, mengakibatkan populasi kritis menolak dan menganggapnya dipolitisasi.

Hal lain yang mempengaruhi yakni semakin mudahnya mengakses dan berinteraksi dengan kelompok sejenis di dunia maya juga turut mempengaruhi hal tersebut.

Sementara untuk kasus di Arab Saudi juga terjadi di Turki. Kepemimpinan Erdogan, diklaim menggeser konsep sekularisme Turki, yang selama ini diajarkan oleh Mustafa Kemal Ataturk.

Beberapa aturan agama yang ketat diterapkan seperti melarang minuman keras. Hal ini membuat beberapa kelompok mulai mengklaim tidak beragama.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Apakah ateisme bisa berkembang dan hidup?

Indonesia dikenal sebagai negara dengan populasi muslim terbanyak di dunia. Bisa dibilang, perkembangan Islam di Indonesia begitu massif pada zamannya, yang membuat Indonesia menjadi negara dengan mayoritas penduduk menganut Agama Islam.

Lalu dengan populasi masyarakat muslim terbesar di dunia apakah Ateisme bisa berkembang?

Diskusi ini sering terjadi, sebagian orang juga menggunakan argumen dengan sila pertama di Pancasila untuk menegaskan jika Ateisme tidak akan bisa hidup dan berkembang di Indonesia.

Sila pertama dari Pancasila itu yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa”, kebanyakan dari sebagian dari kita menyimpulkan jika ateis tidak punya tempat di Indonesia.

Melansir Kumparan, mengutip dari salah satu tulisan KH. Agus Salim dalam bukunya untuk Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 1950-an.

“Di tengah negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, apakah orang yang beriman  dalam Tuhan tidak ada atau Tuhan lebih dari satu atau banyak yang bisa hidup di Indonesia?” jawabannya sangat tegas “Ya dan pasti!” Kenapa?;

Alasan pertama, karena Indonesia berlandaskan konstitusi modern yang menjunjung tinggi kebebasan berkeyakinan, maka selama masyarakat menganut ateisme atau kemusyrikan selama tidak mengganggu kehidupan masyarakat dan tidak menimbulkan kegaduhan masyarakat.

Maka mereka boleh mengakui  diri mereka sebagai seorang ateis. Dan yang menarik adalah KH. Agus Salim juga menggunakan dalil-dalil Islam untuk menegaskan bahwa atheisme itu sahih.

Artinya mereka berhak untuk hidup yaitu tidak ada paksaan dalam beragama dan kita tidak bisa memaksa orang lain untuk beriman seperti kita karena iman itu tergantung kepada petunjuk dari Tuhan.

Sementara itu, pendapat lain juga pernah dikemukakan oleh Mahfud MD. Pria yang saat ini menjadi Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM (Menkopolhukam) ini pernah mengatakan jika ateis dan komunis boleh tinggal di Indonesia.

Asalkan, tidak mengkampanyekan dan menyebarkan pandangan ateisnya, maka mengaku ateis boleh saja tetapi beliau menegaskan ateisme bukan berarti tidak melanggar pancasila, tapi ateis tidak bisa.  dihukum karena negara tidak memiliki konstitusi untuk menghukum seorang ateis.

Mahfud melanjutkan, yang dapat dihukum adalah jika seseorang melanggar hukum, misalnya melanggar hukum KUHP, tetapi dalam masalah ateisme tidak ada Konstitusi yang dapat menghukum seorang ateis dengan syarat tidak boleh menyebarkan dan mengkampanyekan pandangan ateisnya.

Namun, jika menyebarkan ateismenya, hukuman akan dilakukan seperti kasus Alexander Aan yang divonis 2,5 tahun penjara karena membentuk kelompok ateis dan menyebarkan ajarannya di Facebook pada 2012.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *