Filosofi Stoicisme, Kebahagiaan Hidup yang Ditumbuhkan Oleh Diri Sendiri

filosofi stoicisme
Ilustrasi seseorang yang sedang menikmati ketenangan. (iStock)

Metaranews.co, Hiburan – Menumbuhkan hidup penuh dengan kebahagiaan dengan menerapkan filosofi stoicisme.

Stoicisme adalah filosofi yang berkaitan dengan kegembiraan hidup dan cara menghindari pikiran yang membuat stres dan membosankan.

Bacaan Lainnya

Ilmu yang satu ini mengajarkan kita tentang bagaimana kebahagiaan seseorang berasal dari hal-hal yang bisa kita kendalikan. Jadi untuk mencapai kebahagiaan yang dimaksud, kita perlu fokus pada apapun yang bisa kita kendalikan.

Ketabahan, ketabahan, atau ketabahan, berasal dari kata Yunani “stoikos” yang berarti “dari stoa (serambi atau serambi). Ini mengacu pada Stoa Poikile, atau “Beranda Lukis” di Athena.

Dimana filsuf tabah Zeno dari Citium yang memiliki pengaruh besar pada ketabahan pernah diajarkan. Stoicisme diciptakan di kota Athena, Yunani oleh Zeno dari Citium pada awal abad ke-3 SM.

Filosofi ini dianut oleh beberapa filosof dari Yunani, mulai dari Epictetus, mantan budak, Seneca, politikus di era Kaisar Nero, dan juga Marcus Aurelius, seorang kaisar.

Ajaran filsafat Stoa sangat beragam, namun dapat disimpulkan bahwa dasarnya adalah tentang perkembangan logika yang terbagi menjadi dua yaitu retorika dan dialektika.

Selain itu, filsafat ini juga membahas perkembangan fisika dan etika yang meliputi teologi dan politik.

Pandangan etika yang mencolok adalah tentang bagaimana manusia memilih sikap hidup dengan menekankan apatheia yaitu hidup pasrah dan tawakal dengan menerima segala keadaan yang ada di dunia.

Sikap ini merupakan cerminan dari kemampuan nalar manusia dan juga kemampuan tertinggi dari segala aspek kehidupan.

Dalam filosofi stoisisme, segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan manusia bersifat netral.

Tidak ada yang memainkan peran positif atau negatif, tidak ada yang buruk atau baik. Apa yang dapat membuat hal-hal ini menjadi positif atau negatif, baik atau buruk adalah interpretasi kita terhadapnya.

Para filsuf Stoa menganggap kebahagiaan bukan untuk dikejar. Mereka lebih fokus pada bagaimana meredam emosi negatif, mulai dari kemarahan, kesedihan, stres, dan kebingungan.

Dengan meningkatkan penalaran ini, kita akan lebih mampu mengendalikan perilaku kita dalam menghadapi emosi tersebut.

Ketakutan kita menghadapi situasi yang tidak terduga sebenarnya lebih besar dari konsekuensi yang akan timbul dari kejadian tersebut.

Menurut konsep ketabahan, jalan termudah menuju kebahagiaan didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:

  1. Kemampuan melihat diri sendiri, dunia dan manusia lain secara objektif dan menerima kodratnya apa adanya.
  2. Disiplin untuk mencegah diri dikendalikan oleh keinginan untuk bahagia atau takut akan rasa sakit maupun penderitaan.
  3. Buat perbedaan antara apa yang ada dalam kekuatan kita dan apa yang tidak.

Selain itu, konsep ini juga mengajarkan kita bahwa yang ada dalam kendali kita hanyalah pikiran, persepsi, keyakinan, dan tindakan kita sendiri.

Stoicism mengungkapkan bahwa kebijaksanaan atau kebijaksanaan adalah kebahagiaan dan penilaian yang harus didasarkan pada perilaku, bukan kata-kata.

Dimana kita tidak bisa mengontrol apapun yang terjadi jika itu berasal dari luar diri kita atau bersifat eksternal. Kita hanya bisa mengendalikan diri kita sendiri dan bagaimana kita menanggapi hal-hal yang terjadi di sekitar kita.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *