Metaranews.co, Hiburan – Ada satu kegiatan setelah lebaran yang kerap kali dilakukan oleh masyarakat Indonesia dan tidak pernah luput untuk ditinggalkan, yakni halal bihalal.
Tradisi ini sudah berjalan lama. Biasanya, dilakukan di instansi maupun sebuah lembaga untuk merayakan hari raya Idul Fitri secara bersamaan dengan saling memaafkan.
Tradisi yang sudah lama dipegang erat masyarakat Indonesia ini sebenarnya populer saat masa KH Abdul Wahab Chasbullah atau Mbah Wahab.
Melansir lama NU, Ayung Notonegoro, aktivis Komunitas Pegon, mengungkapkan istilah tersebut ada dalam naskah Babad Cirebon, pada halaman 73 Babad Cirebon CS 114/PNRI tertulis dalam bahasa Arab pegon sebagai berikut.
“Wong Japara yang saya hormati Sadaya Umek, Desa Japara, Kasuled Polah ing, mesjid sama orang Ajawa, anglampah HALAL BIHALAL sama, Rawuh Amarek sama datang ke Pangeran Karang Kamuning.”
Penggunaan kata halal bihalal ini dimulai ketika Bung Karno memanggil KH Wahab Chasbullah ke Istana Negara pada bulan Ramadan. Saat itu Bung Karno ingin meminta saran dan pendapatnya untuk mengatasi situasi politik yang sedang tidak baik.
Karena mendengar ajakan dari Soekarno, Mbah Wahab pun mengusulkan supaya Bung Karno mengadakan silaturahmi. Hal itu dilakukan karena ketika itu sudah mendekati waktu Idul Fitri.
Mendengar usulan dari Mbah Wahab, Bung Karno pun menjawab jika penggunaan narasi Silaturahmi sudah terlalu biasa. Ia menginginkan seseorang yang lain.
“Silaturahmi biasa saja, saya mau istilah lain” kata Bung Karno.
Mendengar jawaban dari Bung Karno, dengan percaya diri tinggi, Mbah Wahab pun menjawabnya.
“Gampang kok. Soalnya, elit politik tidak mau bersatu karena saling menyalahkan, padahal saling menyalahkan itu dosa, dan haram,” jawab Mbah Wahab.
“Agar mereka tidak memiliki dosa (haram), itu harus dihalalkan. Mereka harus duduk di satu meja untuk saling memaafkan, saling membenarkan. Sehingga nantinya kita akan menggunakan istilah halal bihalal untuk silaturahmi tersebut,” jelas KH Wahab Chasbullah seperti dituturkan oleh KH Masdar Farid Mas’udi.
Dari usulan yang diberikan oleh Mbah Wahab ketika itu, akhirnya pada Idul Fitri, Bung Karno mengundang tokoh-tokoh politik ke istana. Disana mereka duduk di meja untuk memulai babak baru pemersatu bangsa.
Begitulah sejarah singkat bagaimana halal bihalal akhirnya menjadi salah satu tradisi umat Islam di Indonesia. Berawal dari keinginan Soekarno, dan usulan dari Mbah Wahab, istilah ini masih terus bertahan sampai saat ini.