Metaranews.co, Jawa Timur – Kasus difteri di Jatim per Maret 2023 tercatat ada sebanyak 51 kasus dan tersebar di 26 kabupaten/kota dengan jumlah 4 kematian.
Gubernur Jawa Timur (Jatim), Khofifah Indar Parawansa minta masyarakat terus waspada Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti polio, campak, difteri, dan rubella.
Khofifah mengatakan, meningkat kewaspadaan itu bisa dilakukan dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat atau (PHBS) serta melengkapi imunisasi pada anak.
Lebih lanjut, hal itu juga telah tertuang dengan Surat Edaran Kementerian Kesehatan RI Nomor: IM.03.02/C/976/2023, melalui Ditjen Pencegahan dan Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2022 Beberapa daerah di Indonesia mengalami peningkatan wabah PD3I, terutama penyakit campak dan difteri.
“Ayo segera bawa anak kita ke Posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) terdekat, agar status imunisasinya lengkap dan selalu menerapkan PHBS.” tanya Gubernur Khofifah, di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Rabu (15/3/2023) melansir Suara.com.
Ia pun meminta agar seluruh jajaran Dinas Kesehatan (Dinkes) untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan PD3I khususnya difteri di Jawa Timur.
“Saya menginstruksikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Jatim untuk berkoordinasi secara intensif dengan para Kepala Dinas Kesehatan di 38 kabupaten/kota untuk mengoptimalkan pelaksanaan surveilans Difteri dan PD3I lainnya, melalui peningkatan kewaspadaan dan penanggulangan dini di daerah, salah satunya adalah dengan melaporkan melalui Sistem Kewaspadaan dan Penanggulangan Dini (SKDR),” ungkapnya.
Berdasarkan data Dinkes Jatim, jumlah kasus difteri di Jatim per Maret 2023 sebanyak 51 kasus yang tersebar di 26 kabupaten/kota dengan 4 kematian.
Sehubungan dengan hal tersebut, Gubernur Khofifah telah mengeluarkan Surat Edaran Gubernur tertanggal 17 Februari 2023 tentang Kewaspadaan PD3I kepada Bupati/Walikota se-Jawa Timur.
Selain itu, Pemprov Jatim juga bekerja sama dengan Dinas Kesehatan kabupaten/kota dalam penanggulangan difteri.
Antara lain melakukan investigasi epidemiologi kasus difteri, melaksanakan Outbreak Response Immunization (ORI) di daerah yang terkena kasus difteri dan menyiapkan logistik berupa difteri vaksin dan serum anti difteri.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jatim, dr Erwin Astha Triyono menyebut jika difteri ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae dan ditularkan melalui droplet.
Ia melanjutkan, jika seseorang tidak sengaja menghirup ataupun menelan percikan ludah orang lain yang terpapar difteri saat batik atau bersin dan menyentuh beda yang telah terkontaminasi oleh penderita.
“Karena penularannya melalui droplet dan dengan menyentuh benda yang terkontaminasi air liur pasien, maka saya menghimbau kepada masyarakat untuk tetap melaksanakan PHB. Salah satunya dengan memakai masker jika terindikasi ada kasus dan selalu rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir,” ucap dr Erwin.
Komplikasi yang sering terjadi pada kasus difteri adalah miokarditis, gangguan ginjal, bahkan kematian yang disebabkan oleh toksin (racun) yang dikeluarkan oleh bakteri penyebab difteri.
Gejala dan tanda khas kasus difteri, kata dr Erwin, adalah pseudomembran (selaput putih keabu-abuan di sekitar amandel atau faring).
Lebih lanjut, ia menjelaskan jika tanda dan gejala lain termasuk sakit tenggorokan, batuk, demam, bullneck (pembengkakan leher), stridor (suara sesak napas).
“Saya imbau kepada masyarakat, jika menemukan gejala tersebut segera berobat ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan segera,” pungkasnya.
Erwin menambahkan, kasus difteri masih ditemukan di Provinsi Jawa Timur setiap tahunnya, antara lain pada tahun 2021, 2022, dan 2023. Sehingga penerapan PHBS menjadi penting bagi seluruh masyarakat.