Memaknai Kisah Umar bin Abdul Aziz yang Melarang Keluarganya Flexing Meskipun Menjabat Sebagai Khalifah

Umar bin Abdul Aziz
Ilustrasi Umar bin Abdul Aziz. (Sumber foto YouTube Rumaiyah studio)

Metaranews.co, Kalam – Kisah Umar bin Abdul Aziz ketika menjabat sebagai Khalifah Dinasti Umayyah yang melarang keluarganya untuk flexing.

Trend flexing sekarang sudah menjamur dan dipamerkan ke muka umum. Tidak ada yang salah dari trend ini, hanya saja, menyisakan sedikit kisah sedih dari penonton yang melihat hal tersebut.

Bacaan Lainnya

Terlebih, pelaku flexing itu merupakan seorang tokoh publik, artis maupun pejabat. Gaya hidup mewah yang dipamerkan ke media sosial, seperti barang branded, kendaraan mewah hingga jalan-jalan ke luar negeri.

Memang, itu bisa saja dianggap wajar dilakukan oleh kalangan elit tersebut, namun, apakah dampak yang akan dirasakan bagi penonton tidak terpikirkan.

Tampaknya, para elit ini harus belajar dari kisah Umar bin Abdul Aziz kala menjabat sebagai Khalifah Dinasti Umayyah.

Melansir laman NU, dikisahkan, ketika pertama kali menjabat Khalifah, satu hal pertama yang dilakukan pertama kali ialah melarang keluarganya hidup mewah.

Istrinya, Fatimah binti Abdul Malik, diminta melepas semua perhiasan yang menempel di tubuhnya.

Kisah ini terungkap dalam Kitab Tarikhul Khulafa, (Jeddah, KSA, Darul Minhaj, cetakan II, halaman 379), karya Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi.

Dalam kitab tersebut dijelaskan, Al-Laits mengisahkan bahwa pada awal kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, program pertama yang dilakukannya adalah reformasi yang dimulai dari keluarganya sendiri.

Dikisahkan bahwa Khalifah Umar membersihkan dan mengambil semua harta milik keluarganya. Khalifah terbaik pada masa dinasti Bani Umayyah menamai aset keluarganya sebagai kekayaan yang diperoleh dari perbuatan tirani.

Suatu hari, seperti yang diceritakan oleh Furat bin As-Saib, Umar memerintahkan istrinya, Fatimah binti Abdul Malik, untuk memilih suaminya atau hartanya.

“Pilih olehmu, apakah kamu mengembalikan perhiasan itu ke Baitul Mal atau kamu mengizinkan aku untuk berpisah denganmu? Karena aku sangat benci ketika aku, kamu dan perhiasan berada di rumah yang sama,” kata Umar kepadanya istri.

Sebagai istri yang saleh, Fatimah binti Abdul Malik tentu saja dengan tegas menolak berpisah dengan Umar yang tak lain adalah suaminya sendiri.

“Tidak suamiku, aku akan tetap memilihmu daripada perhiasan ini, meskipun ada yang lebih dari perhiasan ini, aku akan tetap memilihmu,” jawab Fatimah.

Mendengar jawaban itu, Umar merasa lega, ia lalu memerintahkan salah seorang pegawainya untuk membawa dan menyimpan perhiasan istrinya ke kas negara (baitul mal).

Ketika Umar meninggal setelah diracun, kepemimpinan Dinasti Bani Umayyah digantikan oleh Yazid bin Abdul Malik.

Merasa tidak tega Fatimah melepas semua perhiasannya untuk baitul mal, Yazid menawarkan Fatimah untuk mengambil dan mengembalikan perhiasan tersebut.

“Jika kamu mau, aku akan mengembalikan semua perhiasan itu kepadamu,” kata Yazid menawarkan kepada Fatimah.

“Tidak, bagaimana saya bisa mengatakan bahwa saya rela melepas perhiasan saya ketika suami saya masih hidup tetapi melepaskan keinginan itu ketika dia sudah meninggal,” kata Fatimah kepada Yazid.

Dari kisah tersebut, hikmah yang bisa diambil adalah, meskipun seseorang diberikan amanah untuk menjadi seorang pemimpin ataupun tokoh publik, hendaknya yang harus dilakukan pertama kali ialah mereformasi kehidupan keluarga.

Terlebih, jika seseorang sudah menjadi seorang pejabat publik, sudah pasti akan menjadi sorotan utama masyarakat. Masyarakat cenderung akan lebih memperhatikan gaya hidup keluarga pejabat tersebut.

Oleh sebab itu, Umar bin Abdul Aziz sudah mencotohkan, meskipun ia bergelar Khalifah kala itu, ia melarang keluarganya untuk hidup bergelimang harta dan berselimut kemewahan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *