Metaranews.co, Kediri – Dinas Kesehatan Kota Kediri mengungkap kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Kediri terhitung mulai Bulan Januari hingga Februari 2022 terdapat 49 kasus. Dari angka tersebut, hampir 60 persen menyerang anak-anak usia 17 tahun ke bawah. Berbagai upaya telah dilakukan Dinas Kesehatan guna mencegah lonjakan kasus DBD di Kota Kediri.
Diantaranya pemberantasan sarang nyamuk, Dinas Kesehatan Kota Kediri dengan sigap melakukan fogging di wilayah-wilayah penemuan kasus DBD. “Fogging itu dilaksanakan berdasarkan kasusnya, kalau ada kasus di suatu wilayah kita lakukan penyelidikan epidemiologi (PE) terlebih dahulu. Kalau terbukti di sana ada nyamuk dewasa baru kita lakukan fogging, tapi kalau tidak ada kasusnya ya tidak kita lakukan fogging,” terang dr Fauzan.
Ia menambahkan bahwasannya kegiatan PE merupakan langkah vital dalam upaya pemberantasan DBD. “Fungsinya PE untuk memastikan apakah kasus ini digigit oleh nyamuk di lingkungan sekitar atau dari tempat lain,” ucapnya.
Kendati demikian, dr Fauzan tidak menganjurkan kepada masyarakat untuk melakukan fogging secara mandiri. “Fogging mandiri secara aturan tidak boleh, karena kasus DBD harus dilakukan PE oleh Puskesmas. Di samping itu apabila tidak memenuhi prosedur dapat membahayakan masyarakat,” jelas dr Fauzan.
Selain itu, pihaknya juga telah melakukan upaya pencegahan melalui sosialisasi kepada masyarakat. Dinas Kesehatan Kota Kediri mengimbau kepada masyarakat untuk senantiasa menjaga kebersihan lingkungan, melalui 3 M (menguras bak mandi secara rutin, menutup tempat penampungan air, dan mengubur barang-barang bekas yang berpotensi menjadi genangan air). “Kami memiliki kader jumantik (kader pemantau jentik) yang bertugas memantau jentik di rumah-rumah warga,” imbuhnya. Pihaknya juga sedang giat menggelorakan Gerakan Serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (Gertak Nyamuk). Di samping itu, upaya memelihara ikan cupang juga merupakan langkah jitu dalam membasmi jentik.
Menurut keterangan dr Fauzan, DBD merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. “ini sama dengan penyakit virus lainnya. Kalau penyakit virus itu sifatnya bisa sembuh sendiri,” ujarnya.
Meski demikian, dr Fauzan tetap menganjurkan pasien DBD untuk dirawat di Rumah Sakit (RS). Pasalnya, penyakit akibat virus dengue tersebut dapat menyebabkan pendarahan bahkan kematian. “Kalau DBD bahayanya bisa terjadi pendarahan nanti kekurangan cairan, sehingga harus diinfus. Kalau sudah sakit perbanyak minum elektrolit untuk menghindari kekurangan cairan,” imbaunya.
Ciri khas yang dapat ditemui pada kasus DBD yakni pasien akan mengalami demam tinggi serta terjadi pendarahan. Pendarahan dapat terjadi di dalam kulit, seperti bintik-bintik merah atau pendarahan yang keluar dari tubuh, seperti dari gusi maupun hidung. “Jadi virus ini menyerang trombosit, yang mana trombosit berfungsi untuk mencegah pendarahan. Kalau diserang maka pembuluh darah pecah sehingga terjadi pendarahan,” terangnya.
Dirinya berharap, semoga upaya Pemkot Kediri dalam mewujudkan kasus DBD zero di Kota Kediri dapat terealisasi. Apabila tidak mencapai nol, ia berharap nihil kasus meninggal akibat DBD, seperti kondisi saat. “Mudah-mudahan nanti tahun depan sebelum adanya musim DBD masyarakat sadar untuk menjaga lingkungan sekitar tetap bersih agar tidak ada kasus DBD di Kota Kediri,” katanya.(E2)