Jual Kalender Mengatasnamakan Ponpes Fiktif, 8 Warga Demak Ini Raup Belasan Juta Rupiah hanya dari Kediri

Jual Kalender Mengatasnamakan Ponpes
Caption: Oknum penjual kalander mengatasnamakan salah satu Ponpes di Sragen, Jawa Tengah. Doc: Istimewa

Metaranews.co, Kabupaten Kediri – Tiga pilar Desa Tugurejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, mengamankan delapan warga Demak, Jawa Tengah, Selasa (31/1/2023).

Kedelapan warga Demak tersebut diamankan karena diduga melakukan tindak pidana penipuan, dengan modus jual kalender mengatasnamakan Ponpes di Sragen, Jawa Tengah.

Bacaan Lainnya

Oknum tak bertanggung jawab tersebut menyasar warga-warga di Desa Tugurejo, dan desa-desa lainnya di wilayah Kediri Raya.

Mereka mendatangi kediaman warga dengan membawa kalander mengatasnaman salah satu Ponpes di Sragen, Jawa Tengah.

“Modusnya menjual kalender ke warga mengatasnamakan instansi Pesantren Putra-putri Nurul Musthofa, Sragen, padahal pesantren tersebut tidak ada,” ujar Kepala Desa Tugurejo, Agung Witanto, kepada Metaranews.co, Selasa (31/1/2023).

Agung mengatakan, hal tersebut diketahui setelah pihaknya menghubungi nomor yang tertera di kalender. Akhirnya diketahui bahwa hasil dari penjualan kalender digunakan untuk kepentingan pribadi.

“Saya hubungi ternyata itu bukan pondok, hanya musala yang memiliki jemaah cukup banyak,” katanya.

Agung melanjutkan, foto-foto yang ada di dalam kalender juga dipastikan palsu, tidak sesuai dengan kondisi yang ada.

“Dari keterangan pemilik musala diketahui itu bangunan tidak ada semua, mereka hanya memajang foto dari pesantren lain,” tutur Agung.

Agung menyebut, berdasarkan pengakuan para pelaku keseluruhan oknum ini merupakan warga Demak, Jawa Tengah.

Selama di Kediri, kata Agung, mereka sudah menjual kalender sebanyak 500 buah, dan sudah meraup keuntungan belasan juta rupiah.

“Mereka di Kediri sudah lima hari, dan sudah menjual 500 kalender, setiap kalendernya dihargai Rp25.000,” ucapnya.

Menurut Agung, para oknum ini mengaku telah menjalankam aksinya selama dua tahun, dan selama ini hanya memberikan sekitar Rp300.000 ke pemilik musala.

“Dari keterangan mereka yang di tasarufkan (diberikan) ke musala hanya sedikit saja, keuntungan besarnya dipakai sendiri,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Agung menyebut kedelapan orang tersebut masih berada di Balai Desa Tugurejo.

Hingga kini belum juga ada keputusan dari pihak desa untuk melaporkan atau tidak kejadian ini ke polisi.

“Kami masih menunggu pihak dari Sragen, ini mereka menuju ke Kediri. Jika dari pihak sana menghendaki dilaporkan akan kami bantu laporkan,” pungkas Agung.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *