Kisah Marga Chista, Guru Muda yang Rela Digaji Rendah di Kabupaten Kediri karena Panggilan Hati

metaranews.co
Marga Christa, guru honorer di Kabupaten Kediri yang sering memberikan kebutuhan belajar siswa SDN Tiru Lor 2, Kecamatan Gurah. (dok. Marga)

Metaranews.co, Kediri- Mengajar adalah sebuah panggilan hati. Begitulah perasaan Marga Chista setiap berangkat dari Desa Sidorejo, Kecamatan Pare menuju ke SDN Tiru Lor 2, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri.

Setiap putaran roda motornya seperti ditarik magnet yang menuntun perjalanannya menuju ke sekolah yang berjarak 8 kilometer dari rumahnya. Keseharian Marga dilalui dengan kata mengabdikan diri untuk dunia Pendidikan. Peringatan Hari Sumpah Pemuda menjadi pelecut semangat Marga Chista, seorang guru honorer yang mengajar di SD Tiru Lor 2, Gurah, Kabupaten Kediri.

Bacaan Lainnya

Pemuda berusia 26 tahun ini, saat beberapa waktu lalu sempat viral di media sosial (medsos). Perihal menyisakan sebagian gaji bulanannya untuk membelikan siswanya perlengkapan sekolah. Saat itu, Ia membelikan siswanya dasi dan sepatu sekolah.

Lulusan Universitas Terbuka (UT) Kediri jurusan PGSD tahun 2020 lalu ini, mengaku spontan untuk membelikan perlengkapan siswanya. Iba melihat anak didiknya melihat perlengkapan sekolah tidak layak dan berlatarbelakang ekonomi kurang mampu.

Dengan iseng aksi tersebut direkam dan upload di medsos hingga viral. Menurutnya, ada kebahagiaan tersendiri ketika dapat membantu siswanya. Meskipun, harus menyisihkan sebagian dari gaji honorer bulanannya.

Marga mengungkapkan gaji yang diterimanya sebesar Rp 200 ribu perbulan, sejak kali pertamanya mendaftar jadi guru honorer setahun lalu.

“Tapi saya mau menunjukkan bahwa iniloh, saya bisa,” ungkap Marga.

Dari hasil besaran gaji yang diterimanya itu, Ia mengaku bekerja selama 6 hari kerja reguler guru kelas, Senin sampai Sabtu. Untuk mensiasati kebutuhan hidup sehari-hari, selain menjadi guru honorer Marga mendirikan bimbingan belajar.

“Untuk kebutuhan sehari-hari saya juga,” jelasnya.

Meskipun masih mengajar berstatus guru sukuhan atau honorer. “Kalau kita ikhlas ini kan panggilan hati juga. Jadi ada kepuasan dan keikhlasan,” kata Marga.

Dia juga ingin membuktikan bahwa seorang pemuda itu bisa untuk menjadi pengajar, meski harus menjalani status honorer.

Sejumlah hambatan tidak menjadi soal, termasuk gaji yang diterima sebagai guru honorernya, dinilai rendah belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Dia menjelaskan dalam momentum peringatan hari sumpah pemuda ini, dapat tumbuh generasi yang lebih baik. Terlebih para pemuda yang mau menjadi seorang pengajar meskipun masih berstatus honorer.

“Jadi ayo bagi generasi muda membangun anak-anak, dididik agar menjadi generasi yang lebih berguna nanti buat keluarga, bangsa, dan negara,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *