Mas Pipin Tinjau Penyebab Banjir di Kediri, Minta Stakeholder Tak Setengah-setengah Memitigasi

Anggota Komisi D DPRD Jatim Khusnul Arif meninjau tanggul jebol di Desa Kaliboto, Tarokan, Kediri (Ubaidhillah/Metara)
Anggota Komisi D DPRD Jatim Khusnul Arif meninjau tanggul jebol di Desa Kaliboto, Tarokan, Kediri (Ubaidhillah/Metara)

Metaranews.co, Kediri – Wakil Ketua Komisi D, DPRD Provinsi Jawa Timur (Jatim) Khusnul Arif bersama dengan UPT Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Kediri dan Balai Besar Wilayah Sungai Brantas (BBWS) meninjau sejumlah titik lokasi penyebab banjir di Desa Kaliboto, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri, Selasa (24/12/2024).

Khusnul Arif mengatakan, kunjungan ini bertujuan untuk mengurai penyebab terjadinya banjir di Kecamatan Banyakan, Kecamatan Grogol dan Kecamatan Tarokan pada Minggu (22/12/2024).

Bacaan Lainnya

“Banjir yang terjadi pada Minggu kemarin itu penyebabnya berbeda, untuk yang di Kecamatan Banyakan dan Grogol karena tingginya curah hujan di hulu Sungai Bendokrosok yang mengakibatkan meluapnya sungai, dan untuk yang di Tarokan itu karena tanggul dari Sungai Kolokoso jebol,” jelas pria yang kerap disapa Pipin tersebut, Selasa (24/12/2024).

Dia menyebut jebolnya tanggul Sungai Kolokoso di Tarokan terjadi akibat kondisi tanggul yang memang sudah kritis dan keropos.

“Untuk Sungai Kolokoso ini tanggul yang jebol ada di tiga titik, dua jebol sekitar 5 meter dan yang satunya terparah ada sekitar 17 meter,” jelasnya.

“Akibat jebolnya tanggul itu ada ratusan hektar sawah warga dari 4 desa yakni Kaliboto, Sumberduren, Jatikapur dan Cengkok terendam banjir, dan ada puluhan rumah juga yang sempat terendam banjir,” terusnya.

Pipin menyebut hingga hari ini Pemkab Kediri melalui Dinas PU dan BPBD telah menerjunakan tim untuk menangani kasus banjir ini. Untuk di Sungai Kolokoso Pemkab sudah menurunkan Ekskavator guna menutup tanggul yang jebol.

Kendati demikian menurut Pipin menyelesaikan kasus banjir tidak bisa setengah-setengah, pihak pihak yang terkait harus bekerja sama tidak hanya dalam penaggulangan bencana namun dalam pencegahan.

“Bicara terkait banjir ini kita tidak bisa sepotong-sepotong, harus tuntas komperhensif dan terintegrasi dengan baik, kita harus bicara dari hulu ke hilir. Dari hulu masalahnya adalah banyaknya hutan yang sudah mulai gundul, di sungai sendiri harus ada normalisasi karena adanya pendangkalan, penyempitan akibat ulah masyarakat juga seperti adanya bangunan di bantaran, ini akan menyempitkan sungai itu sendiri, kurangnya kesadaran masyarakat tentang membuang sampah itu juga menjadi problem serius dalam banjir,” katanya.

“Saya akan mengusulkan kepada seluruh stakeholder bisa berdiskusi bersama-sama menangani kasus banjir ini. Hal seperti ini tidak bisa ditangani sepotong-sepotong, menunggu banjir baru ditangani kalau begitu dana berapapun pasti akan habis,” lanjutnya.

Kepala Desa Kaliboto, Ropingi mengatakan di desanya banjir terjadi di beberapa dusun, namun kondisinya tidak begitu parah. Sementara sawah yang terendam banjir ada sekita 6 hektar.

“Sawah di Kaliboto yang terendam air ada sekitar 6 hektar, Sumberduren 30 hektar, Cengkok 84 hektar, Jatikapur 20 hektar. Di Kaliboto tidak begitu para untuk sawah kalau di desa lain sepertinya parah karena baru masa tanam,” katanya.

Menurut dia, kasus banjir ini terjadi setiap tahunm, hanya saja kali ini yang cukup parah. “kemarin jadi parah karena ada sumbatan kayu-kayu dari Gunung Butak,” tuturnya.

Ditemui di tempat yang sama, Pengawas Lapangan BBWS Kediri, Radea Dewangga Putra mengatakan kasus luapan di sekitar Sungai Kolokoso bukan yang pertama kali terjadi. Menurutnya setiap musim hujan kasus serupa juga terjadi.

Menurut Radea, BBWS dalam kasus jebolnya tanggul Sungai Kolokoso ini telah membuat mitigasi jika luapan terjadi kembali.

“Yang kami lakukan saat ini mitigasi yang bersifat sementara, secara jangka panjang kita di tahun 2024 ini belum bisa karena sudah tutup anggaran,” tukasnya.

Pos terkait