Peristiwa 21 Mei 1998: Turunnya Soeharto dari Kursi Kpresidenan RI dan Awal Reformasi

21 Mei
Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998 (wikipedia.org)

Metaranews.co, News – Siapa sangka jika tanggal 21 Mei pernah menjadi momen penting dalam catatan sejarah bangsa Indonesia. Saat itu Soeharto mengumumkan berhenti dari jabatan Presiden Republik Indonesia setelah 32 tahun berkuasa, tepatnya di tanggal 21 Mei 1998

Ini juga sekaigus menjadi tonggak awal Indonesia memasuki era reformasi. Pengumuman mundurnya Presiden Soeharto disampaikan di Istana Merdeka Jakarta pada pukul 09.00.

Dikutip dari kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id, selain itu, ditanggal yang sama, B.J. Habibie pun dilantik sebagai presiden ke-3 Indonesia melalui pengambilan sumpah jabatan.

Seperti diketahui, di tahun itu, krisis ekonomi melanda Indonesia ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) yang mencapai Rp15.000/dollar.

Kondisi itu diperparah dengan harga-harga yang melambung tinggi, hutang luar negeri mencapai Rp163 miliar USD, pengangguran dan kemiskinan yang meningkat, dan pertumbuhan ekonomi minus 20 persen – 30 persen. Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) di kalangan para pejabat pemerintahan semakin memperparah krisis saai itu.

Dikutip dari sumber.belajar.kemdikbud.go.id, kepercayaan masyarakat kepada pemerintah pun makin menurun. Situasi ini memicu ribuan mahasiswa turun ke jalan untuk berdemonstrasi.

Ada empat tuntutan yang diajukan, yakni Pemerintah harus segera mengatasi krisis ekonomi, menuntut dilaksanakannya reformasi di segala bidang, menuntut dilaksanakannya sidang istimewa MPR, dan meminta pertanggungjawaban presiden.

Tuntutan semakin melebar ke arah pergantian kepemimpinan nasional. Hal ini bermula dari pemilhan umum (pemilu) 1997 dengan Golkar sebagai partai pemenang.

Saat itu, Soeharto menyatakan bersedia untuk dipilih kembali sebagai presiden. Sontak, keputusan itu melahirkan berbagai penolakan dari berbagai kalangan.

Puncaknya adalah aksi demonstrasi yang berlangsung pada 12 Mei 1998. Aksi ini menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti karena tindak kekerasan yang dilakukan aparat keamanan.

Keempat mahasiswa itu tewas karena tembakan peluru saat tengah berdemonstrasi. Tindakan aparat tersebut akhirnya memantik amarah warga.

Dalam lawatannya di Mesir, Soeharto menyatakan bersedia mundur jika rakyat Indonesia menginginkannya. Adapun kondisi dalam negeri saat itu sangat tidak stabil, kerusuhan terjadi di beberapa pusat perbelanjaan di Jabodetabek seperti Hero, Superindo, Makro, Ramayana dan Borobudur.

Bahkan, beberapa dari pusat perbelanjaan itu dirusak dan dibakar. Sekitar 500 orang dikabarkan meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi dalam kerusuhan tersebut. Mengetahui kondisi carut matut di Tanah Air, Soeharto pun memperpendek kunjungannya di Kairo.

Pada 15 Mei 1998 dia tiba di Indonesia, saat itu suasana Jakarta masih cukup mencekam. Toko-toko masih tutup, para warga pun masih takut keluar rumah. WNA juga demikian, mereka berbondong-bondong kembali ke negara asalnya.

Selasa, 19 Mei 1998, Soeharto memanggil 9 tokoh Islam, di antaranya ada Nurcholis Madjid, Abdurachman Wahid, Malik Fajar, dan KH Ali Yafie. Pertemuan itu berlangsung hampir 2,5 jam, molor dari yang semula hanya dijadwalkan 30 menit.

Pada kesempatan itu, para tokoh membeberkan situasi terakhir dimana elemen masyarakat dan mahasiswa bersikeras menginginkan Soeharto mundur. Dengan tegas, permintaan itu ditolak Soeharto.

Pada saat itu Soeharto berjanji dia tidak akan maju lagi untuk menjadi Presiden. Namun, hal itu tidak cukup untuk meredam aksi massa, bahkan mahasiswa yang datang ke Gedung MPR untuk berunjuk rasa semakin banyak.

Adapun Amien Rais, mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Ajakan ini diketahui petugas, aparat kepolisian pun langsung menutup akses menuju Lapangan Monumen Nasional.

Amien Rais pun memerintahkan massa untuk tidak datang karena khawatir adanya korban jiwa saat bentrokan dengan petugas.

Sementara, di sisi lain, ribuan massa terus memenuhi gedung MPR-DPR, Senayan, mereka terus bersikeras menekan agar Soeharto mundur dari jabatannya.

Ramainya tekanan dari masyarakat, membuat Soeharto akhirnya mengamini keinginan tersebut. Di Istana Merdeka, Kamis, 21 Mei 1998 pukul 09.05 Soeharto mengumumkan mundur sebagai Presiden Republik Indonesia.

Sesuai amanat konstitusi, Wakil Presiden Bj Habibie dilantik untuk melanjutkan estafet kepemimpinannya.

 

Pos terkait