Metaranews.co, News – N (36), baby sitter di Surabaya, Jawa Timur ditetapkan sebagai tersangka usai mencekoki obat penggemuk dan penambah nafsu makan ke balita.
Diketahui N itu memperoleh informasi obat penggemuk dari rekannya sesama baby sitter. Obat dibeli secara online di sebuah marketplace dan dimasukkan ke toples warna putih.
Agar tidak ketahuan majikan, toples berisi obat disembunyikan di lemari kamar mandi. N memberikan obat yang diperuntukkan orang dewasa selama setahun atau sejak September 2023.
Dua obat berbentuk pil dilarutkan ke dalam minuman si bayi setiap siang.
Direktur Ditreskrimum Polda Jatim, Kombes Pol Farman, menyatakan NR melakukan hal tersebut agar balita menjadi gemuk dan tidak rewel.
“Motivasi sementara yang disampaikan oleh pelaku ini, alasannya ingin membuat anak ini menjadi lebih gemuk. Tapi dia tidak memiliki latar belakang bidang medis,” bebernya dilansir dari suara.
Adapun Penetapan tersangka dilakukan usai penyidik melakukan gelar perkara serta memeriksa sejumlah saksi.
Akibat perbuatannya, NR dapat dijerat Pasal 44 Ayat 1 dan Ayat 2 UU RI No 23 tahun 2004 tentang PKDRT dan Pasal 436 Ayat 1 dan Ayat 2 UU RI No 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.
Terkait kasus tersebut, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin angkat bicara. Dirinya sendiri menilai tindakan tersebut tidak boleh dilakukan lantaran bisa berdampak signifikan pada kesehatan bayi.
Namun Budi belum bisa berkomentar lebih lanjut lantaran belum melihat kasus tersebut lebih lanjut. Namun dia menegaskan untuk tidak memberikan obat penggemuk pada anak-anak.
Sebagai informasi, Dalam keterangan yang diunggah ibu bayi EWG di akun instagramnya @linggra.k mengungkap saat tahu anaknya dicekoki obat penggemuk oleh babysitternya, dia langsung melakukan pemeriksaan ke rumah sakit, dari hasil pemeriksaan diketahui hormon kortisol putranya rendah.
“Hasilnya keluar bikin Syok. Hormon ya tuh rendah semua. Apalagi hormon kortisol itu di bawah batas normal. Hormon kortisol ini yang mengatur segala aktivitas kita, dari yang kita bisa bergerak, tenaga dsb.. tapi waktu itu jujur kami ga seberapa paham efek dari rendahnya hormon kortisol,” tulisnya.
Bayi EWG juga sempat menjalani rawat inap. Diceritakan sang ibu pasca 9 hari pemberian obat itu dihentikan kondisi EWG sendiri menurun.
“Hari ke-9 setelah pemberhentian obat itu.. anakku jadi drop, ga mau makan, ga mau minum, tidur terus, ga kuat untuk ngapa-ngapain. Langsung ku bawa ke UGD dan yesss harus segera diopname,” tulis dia
Lantaran hormon kortisol yang rendah tersebut berdampak bayi EWG sulit untuk bergerak. Sehingga bayi EWG harus mendapatkan suntikan hormon kortisol.
“Dan memang kata dokter Elkan enggak kuat untuk bergerak karena tidak memiliki hormon kortisol.. sehingga kita harus segera menyuntikkan hormon tersebut. Gilaaa gak… bayangin gara-gara pemakaian obat deksa selama 1 tahun yang menekan andrenocorticotropic hormon anakku sehingga tidak bisa menghasilkan hormon kortisol tersebut,” kata dia.
penulis : adin