Ternyata ini Penyebab Gagal Ginjal Akut Pada Anak

metaranews.co
Ilustrasi gagal ginjal akut. (halodoc)

Metaranews.co, Nasional – Kasus gagal ginjal pada anak yang terjadi belakangan ini mulai menemukan titik terang. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) sudah menyimpulkan kasus tersebut. 

Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin dari hasil analisis yang dilakukan Kemenkes  7 dari 10 pasien gagal ginjal anak di Indonesia menunjukkan bahwa darahnya mengandung zat kimia berbahaya yang terkandung dalam obat sirup.

Bacaan Lainnya

Hal ini usai adanya uji patologi yang menunjukan penyebabnya bukan karena virus, bakteri, atau parasit. Sebab, Kemenkes tidak menemukan sama sekali adanya bakteri leptospira di seluruh pasien gagal ginjal akut. Bakteri leptospira adalah salah satu faktor utama penyebab gagal ginjal.

Selain itu, Kemenkes juga menyebutkan, COVID-19 yang sempat menjadi dugaan salah satu penyebab juga tidak ditemukan pada pasien gagal ginjal akut. Hasil patologi menunjukkan, kurang dari satu persen pasien yang positif virus COVID-19.

Namun, pada 5 Oktober, Kemenkes melakukan analisis toksikologi setelah melakukan komunikasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Pemerintah Gambia, Afrika Barat usai mengetahui bahwa ada kasus serupa di negara tersebut yang penyebabnya adalah zat kimia dalam pelarut obat-obatan sediaan cair atau sirup.

“Seluruh pasien yang dinyatakan meninggal dunia juga menunjukkan ciri-ciri kerusakan ginjal akibat zat berbahaya tersebut,” jelas Menkes.

Kemenkes juga telah melakukan uji laboratorium terhadap obat-obatan yang dikonsumsi pasien sebelum mengalami gagal ginjal. Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar obat tersebut mengandung senyawa berbahaya penyebab gagal ginjal. 

“Dari situ kita menyimpulkan bahwa penyebab gagal ginjal akut pada anak ini adalah obat-obat kimia yang merupakan cemaran dari pelarut obat itu (obat sediaan cair atau sirup),” ujarnya. 

Sementara itu, hingga Selasa (24/10/2022) Kemenkes mencatat, kasus gangguan ginjal akut telah mencapai 245 kasus di 26 provinsi dengan angka kematian di atas 57 persen. Angka kematian tersebut menunjukkan kenaikan, di mana pada Jumat (21/10/2022) lalu, jumlah kematian yang tercatat baru 133 pasien dengan fatality rate 55 persen.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *