Metaranews.co, Samarinda – Perusakan Hutan Pendidikan Universitas Mulawarman (Unmul) di kawasan KHDTK seluas 3,26 hektar memicu reaksi keras dari DPRD Kalimantan Timur (Kaltim). Anggota Komisi III DPRD Kaltim Jahidin menuntut penegakan hukum tegas terhadap pelaku tambang ilegal yang merusak area riset tersebut.
“Hutan ini adalah kebanggaan rakyat Kalimantan Timur, tempat mahasiswa belajar dan melakukan riset. Pelakunya harus diproses hukum,” tegas Jahidin beberapa waktu lalu.
Kasus ini terungkap setelah Universitas Mulawarman melaporkan adanya aktivitas tambang ilegal lengkap dengan alat berat di dalam kawasan KHDTK, bagian dari total 299,03 hektar Hutan Pendidikan Unmul yang telah ditetapkan melalui SK Menteri LHK Nomor SK.241/MENLHK/SETJEN/PLA.0/6/2020.
Menurut Jahidin, tindakan ini merupakan ironi besar karena kawasan pendidikan yang seharusnya steril justru menjadi sasaran kegiatan ilegal yang merusak. Ia mengingatkan, jika dibiarkan, kasus ini bukan hanya menghancurkan lingkungan tetapi juga mencoreng nama baik institusi pendidikan.
“Jangan sampai kita jadi bahan bulan-bulanan mahasiswa karena tidak tegas,” ucapnya.
Jahidin menilai perlindungan terhadap kawasan pendidikan seperti KHDTK harus menjadi prioritas. Ia menyebut bahwa DPRD Kaltim akan segera menggelar rapat lintas komisi untuk membahas kasus ini secara menyeluruh. Komisi I akan mengkaji aspek hukum, Komisi III mengulas sisi pertambangan, dan Komisi IV fokus pada dampak ekologis.
“Kami ingin semua komisi hadir, dan kita bersama-sama keluarkan rekomendasi yang kuat. Ini soal kehormatan lembaga pendidikan dan martabat rakyat Kaltim,” katanya.
Kondisi di lapangan menunjukkan kerusakan parah, dengan sebagian kawasan hutan terbuka dan kehilangan vegetasi. Fungsi ekologis dan ilmiah kawasan tersebut ikut terganggu. Pihak kampus telah mengadu ke Balai Gakkum Kehutanan Kalimantan dan Gubernur Kaltim, menuntut tindakan cepat.
Lebih lanjut, Jahidin menekankan pentingnya pemulihan kawasan yang telah dirusak. Ia menilai Hutan Pendidikan Unmul bukan sekadar ruang hijau, tetapi merupakan “laboratorium hidup” yang vital bagi pendidikan mahasiswa kehutanan.
“Ini laboratorium hidup untuk mahasiswa kehutanan. Jangan digadaikan demi kepentingan ekonomi jangka pendek,” tandasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa masyarakat Kaltim menanti tindakan nyata, bukan sekadar janji penindakan. Menurutnya, ketegasan pemerintah menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik dan mencegah kerusakan serupa di masa depan.
“Kalau dibiarkan, kita sama saja merelakan kerusakan ekosistem yang lebih luas dan mempermalukan diri sendiri,” tegasnya.
Jahidin berharap kasus ini menjadi momentum untuk membenahi tata kelola hutan di Kaltim dan menegaskan komitmen perlindungan kawasan pendidikan. (ADV)