Metaranews.co, Kediri- Guna meningkatkan kapasitas bagi SDM Aparatur Penanggulangan Bencana, Pemkot Kediri melalui BPBD Kota Kediri menyelenggarakan bimtek dan penyusunan dokumen Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana (Jitupasna) dengan sasaran 25 peserta dari OPD terkait. Mereka tergabung dalam Tim Jitupasna Kota Kediri yang sudah terbentuk tahun 2022 lalu.
Bertempat di Aula Kelurahan Pesantren dan Tinalan kegiatan akan berlangsung selama lima hari mulai tanggal 20 s/d 24 November 2023.
Dalam arahannya Kepala Pelaksana BPBD Kota Kediri Indun Munawaroh mengutarakan Jitupasna sudah dibentuk sejak tahun 2022 lalu dan sudah diatur dalam SK Walikota Kediri Nomor 188.45/49/419.033/2023. Indun menambahkan, Tim Jitupasna dibentuk oleh BPBD bersama OPD dan unsur terkait sebagai upaya mengantisipasi apabila suatu saat terjadi bencana.
“Kesiapsiagaan dan penanganan darurat pasca bencana penting dilakukan apabila suatu saat terjadi bencana. Mengingat pentingnya hal tersebut, maka kami dari BPBD melaksanakan kegiatan ini agar jika suatu saat terjadi bencana, tim Jitupasna siap untuk memberikan analisis pengkajian terkait akibat dan dampak bencana serta rencana kebutuhan menuju pemulihan,” jelasnya.
Untuk membekali peserta dengan ilmu, peraturan serta informasi terkait Jitupasna, BPBD Kota Kediri menghadirkan fasilitator dari lembaga yang kompeten di bidang pemetaan, kebencanaan, dan ijin lingkungan. Dengan digelarnya kegiatan ini, Indun berharap SDM yang tergabung dalam Tim Jitupasna paham tentang hakikat Jitupasna sehingga mereka mengerti tugas dan tanggungjawab masing-masing.
“Kegiatan kita dalam lima hari ini untuk menekankan kepada para anggota tim Jitupasna agar mengerti dan paham tugas masing-masing serta bisa memberikan analisa. Jika suatu saat tim ini diaktifkan karena terjadi bencana, maka mereka paham terkait tugas dan tanggungjawabnya serta bisa memberikan laporan sesuai yang dibutuhkan. Mereka juga dilatih untuk membuat laporan analisa dampak bencana,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Zela Septikasari selaku fasilitator menuturkan dalam Undang-undang nomor 24 tahun 2007 menyebut penanggulangan bencana sebagai serangkaian upaya yang dilakukan dalam tahapan pra bencana, saat terjadi bencana, serta pasca bencana.
“Secara umum upaya – upaya tersebut meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, serta pemulihan (Rehabilitas dan Rekonstruksi),” jelasnya.
Zela menambahkan keseluruhan kegiatan dilakukan dengan berkonsep pada membangun kembali yang lebih baik (build back better) serta pengurangan risiko bencana (disaster risk reduction) yang diwujudkan dengan pembentukan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana.
“Proses penilaian kerusakan, kerugian, dan kebutuhan dilakukan melalui pengkajian kebutuhan pasca bencana (Post Disaster Need Assesment/PDNA) yang didalamnya mengkaji akibat bencana, dampak bencana dan kebutuhan pemulihan pasca bencana,” imbuhnya. (ADV)