Metaranews.co, Balikpapan – Praktik titip-menitip siswa di sekolah unggulan kembali menjadi sorotan menjelang penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2025/2026. Damayanti, anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, menyebut praktik ini sebagai sesuatu yang mencederai asas keadilan dalam dunia pendidikan.
“Sebenarnya saya secara pribadi, tidak pas ya dengan istilah ‘nitip’, karena ‘nitip’ ini seharusnya gak ada, harusnya jangan ada,” tegas Damayanti saat diwawancarai Selasa (10/6/2025).
Menurutnya, fenomena ini tidak lepas dari persoalan mendasar yakni ketimpangan kualitas pendidikan di berbagai sekolah. Ia menjelaskan bahwa ketika masyarakat menilai ada sekolah unggulan dan ada sekolah “kelas dua”, maka orang tua akan berusaha menggunakan berbagai cara untuk menyekolahkan anaknya di sekolah yang dianggap lebih baik.
“Yang jadi masalah itu kan kualitas sekolah kita tidak merata. Ini yang kemudian membentuk persepsi masyarakat bahwa ada sekolah yang kualitasnya baik, dan ada yang tidak,” ujarnya.
Dampaknya, lanjut Damayanti, anak-anak yang sebenarnya layak masuk melalui jalur resmi bisa tersingkir karena adanya intervensi atau “jalur belakang”. Ia menilai ini sangat merugikan hak peserta didik dan harus menjadi perhatian semua pihak.
“Kasihan, karena yang dikhawatirkan adalah hak masyarakat yang harusnya memiliki kuota untuk duduk di situ bisa tersingkirkan karena ada titip-titipan,” ujarnya lagi.
Sebagai legislator dari Dapil Balikpapan, Damayanti meminta pemerintah untuk serius mendorong pemerataan mutu pendidikan. Ia menekankan perlunya peningkatan infrastruktur, tenaga pengajar, hingga kualitas manajemen sekolah di seluruh daerah agar semua sekolah memiliki standar pendidikan yang setara.
“Kita harus pegang teguh bahwa setiap anak memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa kebijakan pendidikan tidak cukup jika hanya bersifat administratif. Menurutnya, kebijakan seperti sistem zonasi atau jalur afirmasi harus dibarengi dengan peningkatan kualitas seluruh satuan pendidikan agar keadilan akses pendidikan benar-benar terwujud.
“Ini bukan cuma soal zonasi, bukan cuma soal sistem daring atau kuota, tapi soal keadilan dalam akses pendidikan,” tambah Damayanti.
Ia berharap momentum PPDB tahun ini bisa menjadi evaluasi menyeluruh bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk menata sistem pendidikan yang transparan, adil, dan tidak lagi memunculkan praktik titip-menitip.
“Kita ingin menciptakan ekosistem pendidikan yang sehat, di mana tidak ada lagi diskriminasi berdasarkan nama besar sekolah. Setiap sekolah harus jadi tempat belajar yang layak, berkualitas, dan inklusif,” pungkasnya. (ADV)