Metaranews.co, Samarinda – Pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD Kalimantan Timur kini tak lagi leluasa diarahkan ke berbagai sektor strategis di daerah. Pembatasan ini muncul akibat diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2025, yang menegaskan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, menegaskan bahwa pokir DPRD kini hanya diperbolehkan untuk mendukung rumah sakit milik provinsi, seperti RSUD Abdul Wahab Sjahranie, RSUD Kanujoso Djatiwibowo, RS Mata Kaltim, RSJD Atma Husada Mahakam, dan RSUD Korpri.
“Pokir DPRD sekarang tidak boleh lagi membantu rumah sakit kabupaten/kota. Kita hanya bisa bantu rumah sakit provinsi,” kata Hasanuddin usai Rapat Paripurna ke-24, Senin (14/7/2025), di Gedung DPRD Kaltim.
Ia menjelaskan, aturan ini merupakan bagian dari penyesuaian kebijakan pusat untuk menghindari tumpang tindih dan memperjelas peran masing-masing tingkatan pemerintahan dalam pembangunan.
Tak hanya sektor kesehatan, larangan juga mencakup bantuan keuangan (Bankeu) serta distribusi alat pertanian seperti pupuk dan alat mesin pertanian (alsintan) yang sebelumnya menjadi salah satu saluran pokir dewan.
“Tahun ini juga tidak ada Bankeu. Begitu juga untuk pertanian seperti pupuk dan bibit, itu sudah dialihkan ke pusat melalui provinsi. Usulan dari dewan tetap banyak, tapi mau tidak mau harus kita sesuaikan,” jelasnya.
Menurut Hasanuddin, meskipun ruang gerak pokir semakin terbatas, DPRD tetap berkomitmen untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Namun, ia menegaskan bahwa pelaksanaannya kini harus berada dalam koridor regulasi yang ditentukan oleh pemerintah pusat.
“Kita tetap menampung aspirasi masyarakat yang disampaikan lewat pokir. Tapi kita tidak bisa memaksa jika memang ada aturan yang melarang,” katanya.
Ia pun mendorong seluruh anggota dewan untuk beradaptasi dengan kebijakan ini, serta lebih fokus pada program-program prioritas yang sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
“Visi dan misi sudah tertuang dalam RPJMD, tapi yang terpenting adalah realisasi di lapangan,” pungkasnya.
Dengan aturan baru ini, DPRD Kaltim diharapkan dapat memainkan peran yang lebih strategis dalam perencanaan pembangunan tanpa melanggar batas kewenangan, meskipun aspirasi masyarakat tetap menjadi perhatian utama. (ADV)