Metaranews.co, News – Harga BBM (Bahan Bakar Minyak) non subsidi jenis Pertamax dan Pertamina Dex naik. Sementara untuk jenis BBM RON 92, seperti Pertamax, Dexlite, Pertalite, BBM Bersubsidi Solar tak ada perubahan signifikan.
Hal itu diketahui setelah PT Pertamina (Persero) telah mengumumkan kenaikan harga BBM di situs resminya.
Lebih lanjut, kenaikan harga BBM khususnya Pertamax Turbo dan BBM Pertamina Dex resmi berlaku pada 1 Februari 2023 di seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di seluruh Indonesia.
Kenaikan harga Pertamax Turbo dan Pertamina Dex berlaku di seluruh SPBU Pertamina dari Aceh hingga Papua. Misalnya, harga Pertamax Turbo di Aceh naik dari Rp 14.050/liter menjadi Rp 14.850/liter. Sedangkan Pertamina Dex naik dari Rp 16.750/liter menjadi Rp 16.850/liter.
Di Papua, harga Pertamax Turbo naik dari Rp 14.350, liter menjadi Rp 15.150/liter. Sementara di Ibukota Jakarta, harga Pertamax Turbo dari Rp 14.050/liter menjadi Rp 14.850/liter, Pertamina Dex dari Rp 16.750/liter menjadi Rp 16.850/liter.
“PT Pertamina (Persero) melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak umum (BBM) dalam rangka implementasi Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan Peraturan Menteri Keputusan Nomor 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Umum Bensin dan Minyak Solar Yang Didistribusikan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum,” bunyi pengumuman Pertamina seperti dikutip dari laman resminya, Rabu (1/2/2023).
Sedangkan harga BBM nonsubsidi lainnya, yakni Pertamax dan Dexlite, tidak mengalami perubahan. Harga BBM bersubsidi juga tidak berubah, yakni Pertalite tetap Rp 10.000/liter dan solar bersubsidi Rp 6.800/liter.
Harga BBM Naik, Ini Kata Pertamina
Melansir CNN Indonesia, badan usaha penyedia Bahan Bakar Minyak (BBM), PT Pertamina (Persero) biasanya akan melakukan penyesuaian harga BBM mulai tanggal 1.
Sedangkan untuk 1 Februari 2023, diperkirakan harga BBM, khususnya BBM nonsubsidi seperti Pertamax Cs yang dijual PT Pertamina (Persero) akan mengalami perubahan.
Perubahan harga BBM pada 1 Februari dipengaruhi tren penurunan harga minyak mentah dunia dan juga penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Pada Senin (30/01/2023) pukul 07.20 WIB harga minyak Brent tercatat di level US$87,45 per barel. Sedangkan minyak light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) naik 0,87% menjadi US$80,37 per barel.
Sementara menurut data Refinitiv, nilai tukar rupiah terpantau menguat dimana pada perdagangan Selasa (24/1/2023) nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) turun di bawah Rp 14.900/US$. Rp. 14.885/US$ tepatnya, melonjak 1,23% di pasar spot.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios), Bhima Yudhistira memperkirakan, melihat kondisi harga minyak mentah dunia saat ini dan juga nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sebagai faktor penentu harga BBM, ada adalah kecenderungan penurunan harga.
“Untuk estimasi (BBM) nonsubsidi akan turun karena variabel pembentuk harga keekonomian juga menurun. Minyak mentah yang berada di kisaran US$ 80 per barel dan kurs rupiah yang menguat menjadi faktor utama kenaikan harga. tren penurunan harga BBM nonsubsidi di bulan Februari,”
Estimasi penurunan harga BBM nonsubsidi merupakan hal yang positif, Bhima mengatakan hal ini juga bisa menjadi pergerakan ekonomi pasca pencabutan PPKM (Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) oleh pemerintah. “Tentu ini positif bagi pergerakan ekonomi pasca pencabutan PPKM,” ujarnya.
Menurutnya, harga keekonomian BBM Pertamax (RON 92) bisa turun menjadi sekitar Rp 11.900 per liter. “Pertamax bisa di bawah 11.900 per liter,” kata Bhima.
Selain itu, BBM bersubsidi seperti Pertalite (RON 90) dan solar bersubsidi juga diperkirakan akan mengalami penurunan harga. Bhima mengungkapkan hal itu mengingat beban subsidi yang berkurang akibat penurunan harga minyak mentah dunia dan penguatan nilai tukar Rupiah.
Berdasarkan perhitungannya, harga keekonomian BBM Pertalite bisa menyentuh Rp. 8.000 per liter, sedangkan solar bersubsidi sekitar Rp. 5.500 per liter.
Pemerintah juga mendapat “rejeki nomplok” akibat krisis energi global. Bhima percaya bahwa hal ini akan menghasilkan tambahan pengeluaran untuk subsidi BBM yang dapat menghasilkan redistribusi pendapatan kepada masyarakat miskin.
“Pertama, harga minyak turun dan Rupiah menguat, yang berarti beban subsidi BBM berkurang dibandingkan tahun 2022. Kedua, pemerintah mengalami rejeki nomplok pendapatan yang besar ketika krisis energi global terjadi, artinya tambahan belanja subsidi BBM dapat memberikan pendapatan redistribusi kepada orang miskin,” katanya.
Pihaknya menyebut, dengan penurunan harga BBM bersubsidi diharapkan dapat menjadi stimulus untuk perekonomian agar segera pulih dan bisa menekan laju inflasi.