Metaranews.co, News – Status rumah dinas (rumdin) Wakil Bupati (Wabup) Blitar ternyata milik Bupati Rini Syarifah. Sejauh ini, Pemkab sudah menyewakan kepada Rini.
Fakta tersebut terungkap dalam rapat Komisi I DPRD Kabupaten Blitar dengan Bagian Umum dan BPKAD Kabupaten Blitar.
Kepala Bagian Umum Pemkab Blitar Eko Sumardiyanto mengatakan, berdasarkan akta notaris, rumah tersebut milik Rini Syarifah.
“Dari akta notaris ini yang tanda tangan pihak pertama pemilik rumah ibu Rini Syarifah kemudian pihak kedua yang menyewa Bagian Umum Pemkab Blitar,” kata Eko pada Jumat (13/20/23) dikutip Suara Jatim.
Rumah milik Bupati Blitar Rini Syarifah berada di Jalan Rinjani. Rumah disewa selama 2 tahun. Rinciannya, pada tahun 2021 disewakan selama 8 bulan dengan nilai Rp 196 juta. Kemudian pada tahun 2022 disewakan selama 12 bulan dengan nominal Rp 294 juta.
Eko mengklaim, proses penyewaan rumah pribadi Bupati Rini untuk Rumdin Wakil Bupati sudah sesuai aturan atau sah. Kriteria pemilihan rumah juga tepat, antara lain memiliki ruang kerja, ruang ajudan, dan ruang tamu yang layak menerima kunjungan pejabat lain.
Sementara dari hasil survei sejumlah rumah di Blitar, yang paling cocok adalah milik Rini.
“Tentu dalam penentuan sewa rumah sudah melakukan survei, pada saat itu mungkin yang paling cocok adalah disana kalau mungkin tidak, jika ada yang cocok tidak boleh disewa,” katanya.
Namun yang menjadi persoalan, rumah tersebut tidak ditempati oleh Wakil Bupati Blitar Rahmat Santoso. Justru, yang mendiami adalah Bupati Blitar dan keluarga.
“Mohon maaf untuk persoalan itu bukan wewenang kami untuk menjawab karena itu tidak terdokumentasi di kami,” tegas Eko.
Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Blitar Fredy Agung menilai penyewaan rumah pribadi Rini sebagai rumah dinas bisa melanggar etika dalam pemerintahan. Meski sah, namun bisa masuk dalam kategori penyalahgunaan wewenang yang dapat menguntungkan diri sendiri dan pejabat terkait.
Komisi I DPRD Kabupaten Blitar menyayangkan hal tersebut. Apalagi, rumah dinas yang seharusnya ditempati Wakil Bupati justru digunakan oleh Bupati dan keluarganya.
“Bisa kita katakan nuwun sewu kalau bahasa suudzonnya ada penyalahgunaan wewenang yang bisa menguntungkan diri sendiri dan pejabat terkait,” kata Fredy Agung.
Ia berharap kasus ini bisa segera ditangani dan diselesaikan.