Metaranews.co, Kabupaten Kediri – Jarum jam merangkak pelan menunjuk pukul 5 sore di Kediri, Jawa Timur. Cahaya lampu kuning menyala temaram di sebuah bilik kamar yang tersekat triplek tipis.
Di sudut, seorang pria renta mengenakan kursi roda menghadap pintu. Sesekali ia tersenyum, sesekali seperti bergumam saat Metaranews.co mendatanginya.
Nama pria tua itu adalah Mbah Kirno, satu dari beberapa lansia penghuni Rumah Lansia Kus Nugroho, yang bersebelahan langsung dengan Pasar Barang Bekas Kongan, di Kelurahan Pare, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri.
Kondisi Mbah Kirno tak sebaik para lansia lain di tempat itu, ia divonis dokter menderita stroke dan diabetes yang cukup parah.
Beberapa bagian tubuhnya sudah ada luka yang cukup parah. Meski begitu, kepada kami ia masih terus berusaha tersenyum ringan.
“Aku asli Trenggalek, kerjo (kerja) tukang, wes ra iso kerjo diseleh ning kene (sudah tidak bisa bekerja akhirnya dikirim ke sini),” tuturnya sedikit terbata-bata kepada kami, Sabtu (28/5/2022).
Ya, menurut pengurus Rumah Lansia Kusnugroho, Mbah Kirno baru diantar oleh seseorang yang mengaku sebagai teman kerjanya.
Namun rupanya orang tersebut adalah anak kandung Mbah Kirno. Pada hari itu juga si anak tersebut pulang tanpa meninggalkan keterangan apapun.
Mbah Kirno tak mempermasalahkannya. Di Rumah Lansia Kus Nugroho, ia mengaku merasa lebih senang, sebab punya banyak teman yang bisa diajak bicara.
Selain itu, menurutnya banyak orang baik di tempat yang sangat sederhana tersebut.
“Seneng ning kene. Aku ra pengen muleh, ning kene akeh kancane (Senang di sini. Saya tidak ingin pulang, di sini banyak temannya),” katanya.
Banyak cerita yang kami dapatkan darinya. Namun saat ditanya soal keluarga hingga anaknya, ia memilih diam dan tersenyum.
Diujung pertemuan kami ia berucap satu hal.
“Wong tuone dijogo sing apik le (Orang tuanya dirawat dengan baik ya nak),” ucapnya haru dengan mata berkaca-kaca.
Di tempat yang sama, kami juga bertemu dengan Mbah Ramelan, seorang lansia yang berasal dari Desa Kwagean, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, yang telah menghuni Rumah Lansia Kus Nugroho selama satu tahun belakangan.
Laki-laki berusia 80 tahun itu nasibnya tak seburuk Mbah Kirno. Ia memiliki keluarga yang sebenarnya berkecukupan. Namun ia memilih bermukim di tempat itu karena merasa lebih tenang.
“Dulu saya diajak anak di rumah dinas milik anak saya di Pasuruan. Tapi saya tidak betah, karena tidak punya teman di sana, lalu saya pulang dan ke sini,” katanya.
Pria yang sudah memiliki 17 cucu itu juga menuturkan, saat menuju ke Rumah Lansia kondisinya menderita stroke cukup parah.
Untuk berjalan, ia dahulu harus menggunakan alat bantu. Namun kini ia telah dapat berjalan meski belum bisa sepenuhnya.
“Saya bahagia di sini. Saat sakit pun saya bahagia, walaupun di sini hiburannya cuma televisi satu itu. Kami nonton bersama-sama, nonton sinetron bersama,” terangnya.
Meski tak berada dekat dengan keluarga, Mbah Ramelan mengaku sesekali masih dijenguk oleh anak maupun cucunya.
Hal itu cukup baginya untuk mengurangi rasa kangen yang timbul setiap hari.
“Kangen pasti, tapi saya bahagia di sini, dan saya ingin di sini sampai mati,” tutupnya.
Dihuni Lansia Terlantar hingga Tak Punya Keluarga
Salah satu pengurus Rumah Lansia Kus Nugroho, Antok Beler mengatakan, para orang tua di rumah lansianya memiliki latar belakang keluarga yang beragam. Rata-rata mereka memiliki kisah pilu.
“Latar belakang mereka beragam, ada yang memang tidak punya keluarga, ada juga memang yang ditelantarkan anaknya, ada yang memang tuna wisma,” ucapnya.
“Yang Mbah Kirno itu kemarin diantar orang, dia mengaku sebagai teman kerja, setelah kami usut ternyata anaknya. Padahal Mbah Kirno itu kondisinya sedang stroke parah, untungnya ada teman-teman muda sanggar yang mengurus, memandikan, dan menyuapinya,” tutur Antok.
Antok menerangkan, Rumah Lansia Kus Nugroho memang sengaja dibuat untuk mereka yang memang kondisinya tidak baik dan membutuhkan.
Baginya dan komunitas kecilnya, menolong para lansia ini merupakan panggilan hati dan kemanusiaan.
“Kami bergerak bukan dari yayasan atau kelembagaan, kami bergerak bersama teman-teman orang-orang baik, dan banyak komunitas. Kami semua berusaha merawat mereka agar lebih baik. Mereka butuh teman, mereka ini tidak punya keluarga,” katanya.
Antok mengaku para lansia ini sudah selayaknya keluarga yang harus dijaga dan dirawat dengan baik bak orang tuanya sendiri.
“Kami di sini keluarga, niat kami di sini juga bahagia bersama, kalau misal makan ini semua makan sama, suka duka bersama,” sebutnya.
Meski demikian, kata Antok, bukan tidak mudah merawat para lansia. Namun di balik kesusahannya, banyak kesenangan dan pelajaran hidup yang bisa diambil dari kisah mereka.
“Suka duka merawat mereka, memang mereka para orang tua yang kadang rewel mintanya macam-macam, tapi kita mencoba menghargai, dan mencoba memahami mereka,” pungkasnya. (E2)