Meteranews.co, Kota Kediri – Berawal dari hanya membatu orang tuanya memproduksi batik di rumah, Hanum Amalia Qutrunnada lambat laun mulai tertarik melestarikan batik.
Mahasiswi Universitas Brawijaya Malang jurusan Administari Bisnis asal Kelurahan Dermo, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, ini mulai serius menekuni usaha di bidang batik sejak 2020.
Pemudi berusia 22 tahun ini mengaku mulai serius terjun di kerajinan batik karena melihat banyak potensi daerah serta budaya yang bisa diangkat melalui motif batik.
Baik potensi alam, kesenian, ikon kota, hingga kuliner khas Kota Kediri yang dituangkan dalam selembar kain batik.
“Kenal batik berawal membatu ibu mulai tahun 2018 lalu. Saya membantu semua proses membatik, mulai saya seirus dan membuat brand sendiri sejak tahun 2020. Saya meihat batik tidak hanya sekadar membuat batik, tapi juga bisa mengenalkan potensi daerah melalui motif batik,” kata Hanum saat ditemui METARA di rumah produksinya, Sabtu (5/10/2024).
Pemilik usaha batik “Chandrika Batik” ini banyak mendapat pesanan kain batik dengan motif khas seperti Tahu Kuning, Gethuk Pisang, Jaranan, Goa Selomangleng, dan Jembatan Brawijaya.
Motif-motif tersebut diciptakan bersama komunitas perajin batik, tempat Hanum berkumpul dengan sesama perajin batik di lingkungan tempat tinggalnya yang bernama “Batik Dermo”.
“Saya melihat batik itu juga banyak diminati oleh anak-anak muda, mereka mengenal istilah OOTD atau outfit of the day, yang bisa dikerasikan pada outfitnya. Saya memanfaatkan ketertarikan anak muda untuk megenal budaya Kediri serta ke khasannya untuk diangkat di selembar kain,” tuturnya.
Dalam membuat batik, Hanum mengunakan teknik cap dan teknik tulis serta perpaduan tekini cap dan tulis.
Dalam seminggu, Hanum bisa memproduksi dua lembar kain batik, dengan harga antara Rp 200.000 hingga Rp350.000 tergantung motifnya.
Saat ini batik kreasi Hanum paling banyak dipesan oleh pelanggan dari Kediri raya, Surabaya, Malang, Jombang, dan Jakarta, bahkan batiknya juga dimintai oleh turis dari Jepang.
Dalam sebulan, Hanum mampu menjual kain batik hingga 10 lembar, dengan omzet mencapai Rp3.000.000.
Selain dipasarkan lewat media sosial dan pameran-pameran, pelanggan juga datang langsung ke galerinya.
“Pemasaran selain lewat media sosial juga mengikuti pameran-pameran, ada offline datang ke galeri. Pelanggan paling jauh dari turis Jepang, yang lain datang dari Jombang, Surabaya hingga Jakarta,” pungkasnya.