Metaranews.co, Samarinda – Penetapan tiga tersangka dalam kasus tambang ilegal di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, yang masuk wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN), mendapat sorotan dari parlemen daerah. Baharuddin Demmu, Ketua Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) DPRD Kalimantan Timur, mengapresiasi langkah tegas kepolisian dan menilai saatnya tata kelola pertambangan direformasi secara menyeluruh.
“Pengungkapan ini menjadi momentum untuk membenahi dari hulu ke hilir. Kita tidak bisa terus-menerus membiarkan praktik ilegal merusak kawasan konservasi, apalagi ini berada di jantung IKN,” ujar Baharuddin, yang juga anggota Komisi I dan Sekretaris Fraksi PAN-Nasdem DPRD Kaltim, saat diwawancarai di Gedung DPRD Kaltim, Senin (21/7/2025).
Kasus ini mencuat setelah kepolisian menemukan ratusan kontainer berisi batubara ilegal di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan Kaltim Kariangau Terminal Balikpapan. Setelah ditelusuri, batubara tersebut berasal dari aktivitas penambangan tanpa izin yang dilakukan oleh CV Wulu Bumi Sakti (WBS) di area Tahura sejak 2016.
Total luas lahan yang ditambang ilegal mencapai 186 hektar, dengan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 5,7 triliun. Polisi menetapkan tiga tersangka: YH dan CH sebagai penjual, serta MH sebagai pembeli batubara.
Aktivitas tambang ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak ekosistem, menyebabkan banjir di permukiman sekitar, dan bahkan mengancam keberadaan Waduk Samboja – infrastruktur vital di kawasan IKN.
“Jika simbol pembangunan nasional seperti IKN saja bisa diterobos tambang ilegal hampir satu dekade, ini sinyal kuat bahwa pengawasan kita masih sangat lemah,” tegas Baharuddin.
Koalisi masyarakat sipil, seperti Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, juga mendesak pemerintah segera mereformasi sistem pengawasan dan penindakan di sektor tambang. Mereka menyebutkan tambang ilegal sering menyamar menggunakan dokumen resmi dari perusahaan berizin, menunjukkan adanya dugaan keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam rantai distribusinya.
Baharuddin mendesak agar penegakan hukum tidak berhenti pada pelaku lapangan semata. Ia menekankan pentingnya investigasi menyeluruh hingga ke oknum yang memfasilitasi, termasuk kemungkinan adanya pejabat yang terlibat.
Dengan kejadian ini, publik berharap pemerintah pusat dan daerah benar-benar serius memperbaiki tata kelola sumber daya alam agar tidak menjadi bencana ekologis dan hukum di masa depan. (ADV).