Metaranews.co, Kediri- Dari total 46 lokasi Kantor Perwakilan wilayah Bank Indonesia (KPwBI), ada sekitar 16 lokasi yang mempunyai sejarah di era kolonial Hindia Belanda. Salah satunya yakni Kantor Perwakilan wilayah Bank Indonesia (KPwBI) Kediri, yang jejaknya ditulis pada kegiatan peluncuran dan bedah buku Sejarah Heritage Bank Indonesia Kediri, Rabu (31/8/2022).
Kepala KPwBI Kediri Moch. Choirur Rofiq, mengatakan melalui peluncuran buku ini, diharapkan dapat memberikan inspirasi untuk mengembangkan sumber ekonomi baru yang berkelanjutan. Berdasarkan pengalaman sejarah dan potensi Kediri yang telah dicetak pada buku berjudul ‘Membangun Kemakmuran Pedalaman: Bank Indonesia dalam Perkembangan Ekonomi Kediri’.
“Utamanya dalam rangka membangkitkan ekonomi Kediri pasca pandemi COVID-19 dan menggapai kembali masa-masa kejayaan Kediri sebagai kawasan industri, pertanian, serta perniagaan,” kata Choirur Rofiq, Rabu (31/8/2022).
Dia menjelaskan Kediri Raya telah dianugerahi kesuburan alam dari hasil pertaniannya sejak zaman pra kolonial, menjadikan wilayah ini kaya secara industri.
Berlimpahnya produksi pertanian hasil budidaya komoditas komersial seperti kopi, tebu, indigo, lada, dan kayu manis memberikan dampak positif terhadap perekonomian di wilayah Kediri. Dan menempatkan Kediri pada peran penting diperekonomian global pada masa tersebut.
Sehingga itu melatarbelakangi keputusan Direksi De Javasche Bank (DJB) untuk mendirikan kantor cabangnya, yaitu DJB Agentschap Kediri pada 2 Juli 1923. Sekaligus saat ini menjadi nama Kantor Perwakilan wilayah Bank Indonesia (KPwBI) Kediri, tertulis pada buku cetakan Bank Indonesia Institute (BINS).
Sementara itu, Direktur Bank Indonesia Institute (BINS) Arlyana Abubakar, mengungkapkan Buku ini adalah buku ke-14 dari Seri Sejarah dan Heritage Bank Indonesia. Kediri adalah salah satu dari 16 KPwBI di berbagai daerah yang memiliki sejarah panjang sejak zaman Hindia Belanda.
“Sebagai bank sentral, sejarah BI tidak lepas dari sejarah perekonomian bangsa. Sejarah heritage BI Kediri menjadi bagian ingatan kolektif masyarakat Kediri. Harapannya buku ini dapat menjadi referensi semua pihak, tidak hanya akademisi dan pemerhati sejarah, tapi juga bagi pembuat kebijakan di daerah agar dapat menyusun kebijakan dengan basis sejarah,” pungkasnya.