Metaranews.co, Nasional – Isu Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite yang hari-hari ini oleh konsumen dianggap lebih boros setelah harganya naik mendapat respon dari sejumlah pakar. Ada beberapa kemungkinan Pertalite menjadi boros.
Benarkah lebih boros?
Pakar Konversi Energi Fakultas Teknik dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB), Tri Yuswidjajanto Zaenuri mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat Pertalite diduga lebih boros, salah satunya adalah masyarakat terbiasa membeli dengan ukuran rupiah bukan liter.
“Tidak sedikit pemilik kendaraan yang memiliki kebiasaan membeli bensin berdasarkan nominal Rupiah, bukan liter,” kata Yuswidjajanto seperti dikutip Gridoto.
Menurut dia, karena terbiasa membeli dengan skala harga nominal akhirnya tanpa disadari kenaikan harga Pertalite dengan nominal pembelian yang sama akan mengurangi jumlah liter yang didapat.
“Karena ada yang kurang, penggunaan Pertalite terasa lebih boros dari segi jarak yang bisa dicapai,” ujarnya.
Yuswidjajanto juga menyebut selain faktor itu, ada faktor dari bahan bakarnya sendiri. Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan kandungan nilai kalor di dalamnya.
“Nilai kalor menentukan besarnya densitas energi per liter yang dihasilkan dari densitas bahan bakar tersebut,” jelas Pak Yus.
Nilai kalor dapat berubah dari pengolahan minyak mentah di kilang menjadi nafta. Dalam pembuatan bahan bakar, nafta yang dihasilkan terkadang bisa tinggi atau rendah tergantung dari kualitas minyak mentahnya.
“Karena spesifikasi nafta yang dihasilkan kilang terus berubah, maka setiap parameter spesifikasi bahan bakar dicantumkan dalam batas minimal dan maksimal,” jelas Pak Yus.
Di Pertalite, kisaran densitas densitas energi adalah 715 kg/m3 hingga 770 kg/m3.
Ketika densitas yang diperoleh paling rendah, densitas energi yang dihasilkan lebih kecil.
Sehingga energi per liter Pertalite yang dibakar oleh mesin menghasilkan tenaga yang kecil.
Hal inilah yang membuat konsumsi bahan bakar lebih boros karena untuk tenaga yang seimbang dibutuhkan volume bahan bakar yang lebih banyak.
Selain pengolahan, nilai kalor juga dapat berubah karena suhu udara dan tangki bahan bakar.
“Pengaruhnya pada densitas bahan bakar yang menentukan nilai kalor untuk menghasilkan densitas energi,” kata Pak Yus.
Ketika suhu meningkat, densitas bahan bakar akan memuai. Namun, kerapatan energi yang dihasilkan bisa lebih kecil sehingga energi yang terbakar lebih rendah.
Pak Yus juga melihat isu Pertalite pasca kenaikan harga masih fluktuatif.
“Kalau evaporasi sepertinya tidak memungkinkan, kerugian SPBU bisa sangat besar karena sudah ada target minimal volume penjualan Pertalite per hari,” kata Pak Yus.
“Jika penguapan berlebihan, volume Pertalite yang diterima tidak sebanyak saat diisi ke dalam kendaraan,” ujarnya.